17 November 2009

Berharap Pada Selain Islam = Menyekutukan Alloh SWT

Oleh : Haris Nazarudin*

Pesta rakyat (rakyat yang mana-pen) yang berlangsung lima tahun sekali telah berlalu, kepala negara yang baru pun telah terpilih, susunan kabinet pun telah diumumkan dan rapat rencana kerja kabinet jilid II untuk lima tahun kedepan (2009-2014) juga telah ditutup oleh wakil presiden pada tanggal 30 Oktober 2009 dalam National Summit (29-30/10). Banyak pro dan kontra yang disuarakan oleh rakyat maupun elemen-elemen rakyat. Yang kontra mengatakan mengapa dalam National Summit yang diundang hanya kalangan pengusaha dan pejabat negara, sementara elemen-elemen masyarakat yang lain tidak diundang. Bagi yang pro beranggapan adalah jalan yang bagus bagi pemerintahan yang baru untuk membenahi dan mengevaluasi kinerja lima tahun yang lalu, karena acara seperti National Summit baru pertama kali dilakukan dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Dalam perjalanan pemerintahan yang baru, sebenarnya tidak banyak yang berubah, yang terjadi hanya pertukaran posisi tempat duduk. Kontroversi banyak bermunculan menanggapi pemerintahan yang baru, tidak hanya ditingkatan eksekutif tetapi juga ditingkatan legeslatif. Ditingkat eksekutif yaitu ditunjuknya menteri kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih yang diduga adalah titipan asing karena kedekatannya dengan Namru 2 dan diduga telah menjual virus H5N1 kepada AS, Sri Mulyani sebagai menteri keuangan dengan kasus bank Century. Di tingkat legeslatif yaitu desakan anggota DPR agar Ketua DPR Marzuki Alie dibawa ke BK (Badan Kehormatan) DPR mengenai kasus pembatalan sepihak rapat dengar pendapat komisi IX dengan menteri kesehatan serta dengan menteri agama Suryadharma Ali (30/10)

Simalakama Bagi Pendukung Demokrasi.
Jika melihat kontroversi ini, maka sebenarnya ini adalah buah simalakama bagi para pendukung demokrasi, mengapa? Pertama, karena rakyat akan melihat setiap tanggapan dari berbagai pihak yang mengeluarkan pendapat. Jika tanggapan itu keluar dari pihak yang tidak berkuasa, maka rakyat akan menanggapinya dengan negatif, seperti “Ya pantas saja kritis, wong nggak kebagian rotinya sih”. Hal yang serupa jika tanggapan itu keluar dari pihak yang berkuasa, maka rakyatpun akan menanggapi dengan sinis, seperti “Pejabat bisanya memutarbalikkan perkataan (bersilat lidah)” seperti kasusnya Marzuki Alie yang menyangkal bahwa dirinya telah membatalkan rapat, menteri kesehatan yang tidak mau berpanjang lebar menjelaskan keterlibatannya dengan Namru 2 dan menko perekonomian Hatta Rajasa yang menanggapi tentang kenaikan gaji bagi pejabat negara adalah dalam rangka menjalankan undang-undang.
Kedua, perjuangan mereka yang gigih tidak akan mendapat pahala dan ridho Alloh sedikitpun. Alloh Swt berfirman :

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (TQS. Ali-‘Imran [3] : 85)

Katakanlah: "Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (TQS al-Kahfi [18] : 103 – 105)

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (TQS. Al-A’raf [7] : 40)

Pemerintahan Neolib
Secara baku, tidak ada definisi pasti tentang Neoliberal. Karena neoliberalisme adalah bentuk baru dari paham ekonomi pasar liberal. Neoliberalisme (neoliberalism) merupakan sekumpulan kebijakan ekonomi yang merujuk kepada pemikiran bapak ekonomi Kapitalis Adam Smith. Ruh pemikiran ekonomi Adam Smith adalah perekonomian yang berjalan tanpa campur tangan pemerintah. Model pemikiran Adam Smith ini disebut Laissez Faire.
Adam Smith memandang produksi dan perdagangan sebagai kunci untuk membuka kemakmuran. Agar produksi dan perdagangan maksimal dan menghasilkan kekayaan universal, Smith menganjurkan pemerintah memberikan kebebasan ekonomi kepada rakyat dalam bingkai perdagangan bebas baik dalam ruang lingkup domestik maupun internasional.
Dalam bukunya The Wealth of Nations, Smith mendukung prinsip "kebebasan alamiah", yakni setiap manusia memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkannya tanpa campur tangan pemerintah. Ini mengandung pengertian negara tidak boleh campur tangan dalam perpindahan dan perputaran aliran modal, uang, barang, dan tenaga kerja. Smith juga memandang pembatasan kebebasan ekonomi oleh pemerintah sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Secara singkat, Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Revrisond Baswir mengutarakan bahwa ekonomi Indonesia adalah subordinat dari kepentingan-kepentingan ekonomi global, sehingga kepentingan asing juga bermain didalamnya. Kekuatan Neoliberal tidak terletak pada menteri, namun pada presiden dan wakilnya.
Menurut Hidayatullah Muttaqin, dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, untuk menilai Neoliberal dapat dilihat dari lima kerangka:
1. Free Market
Dalam konsep free market swasta dibebaskan dari keterikatannya terhadap negara dan tanggung jawab atas permasalahan sosial yang terjadi karena aktivitas perusahaan mereka. Pengurangan tingkat upah dengan menghapus serikat-serikat pekerja dan memotong hak-hak buruh. Harga dibiarkan bergerak tanpa intervensi pemerintah. Kebebasan total di dalam perpindahan modal, barang, jasa. Para pengusung free market senantiasa menyatakan: "Pasar yang tidak diatur adalah jalan terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan memberikan keuntungan bagi setiap orang."
Menurut Didin S. Damanhuri Guru Besar FEM IPB, Globalisasi seperti banyak didengungkan adalah untuk mencapai kemakmuran bagi semua negara di seluruh dunia. Namun, menurut penelitian OECD, globalisasi hanya menguntungkan negara-negara maju khususnya Eropa, Amerika, dan Jepang. Sementara bagi negara berkembang, cenderung akan lebih merugikan. Indonesia sendiri diramalkan akan mengalami kerugian per tahun sekitar 1,9 miliar dolar AS. Kemudian juga, dengan proses perdagangan bebas dunia yang sudah berjalan sekitar dua dasawarsa, yang terjadi adalah global bubble economy, di mana sektor moneter telah 700 kali lebih besar dari sektor riil.
2. Pembatasan anggaran belanja publik.
Anggaran publik seperti kesehatan, pendidikan, pemenuhan air bersih, listrik, jalan umum, fasilitas umum, dan bantuan untuk orang miskin harus dikurangi dan dibatasi sehingga tidak membebani APBN. Pandangan ini sama saja dengan mengurangi peranan pemerintah dalam perekonomian dan pemenuhan kebutuhan publik. Namun di balik paham neoliberal ini, kalangan korporasi dan pemilik modal sangat mendukung subsidi dan pengurangan pajak yang menguntungkan bisnis mereka.
Pemerintah (Menkeu, 10/11/09) dalam rapat dengan Komisi XI menjelaskan akan memberikan stimulus fiskal hingga bulan Oktober 2009 sebesar Rp32,9 triliun atau 44,9 persen dari realisasi pada APBN-P sebesar Rp73,3 triliun serta menurunkan subsidi BBM sebesar 117,2 Triliun . Hal ini nampak jelas bahwa Pemerintah telah memangkas anggaran belanja Publik.
3. Deregulasi.
Mengurangi atau bahkan menghapus peraturan-peraturan yang menghambat kepentingan bisnis korporasi dan pemilik modal hal ini nampak dari berbagai UU yang telah disahkan, seperti UU SDA No. 7/2004; UU Minerba no. 4/2009; UU Penanaman Modal Asing (PMA) No. 25/2007; UU Migas No. 22/2001; UU Kesehatan No. 36/2009; UU Sisdiknas No. 20/2003.
Dengan terbitnya UU SDA, Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Hasanudin (Unhas), Dr. Indah Raya di Jayapura, mengatakan model eksploitasi alam yang diijinkan pemerintah saat ini, dimana kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak boleh dikuasai pihak swasta telah meningkatkan jumlah dan jenis bencana ekologi (banjir, tanah longsor, gagal panen, gagal tanam dan kebakaran hutan, 15/7/09).
Satu gambaran dari beribu-ribu gambaran tentang adanya PMA yang merugikan Indonesia adalah kasus PT. Freeport. PT. Freeport merupakan salah satu perusahaan asing yang beroperasi melalui Kontrak Karya (KK) di wilayah Papua dan merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar yang memberikan devisa bagi negara melalui penambangan emas dan tembaga di Timika.
Selama periode KK I tahun 1973-1991, perusahaan pertambangan yang berinduk pada Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. ini telah mendapat laba 1,1 milyar dolar AS. Sementara untuk kas Indonesia, Freeport hanya menyetor 138 juta dolar AS dalam bentuk deviden, royalti dan pajak atau sekitar 12,54 persen.
Dengan bekal KK II, selama 30 tahun ke depan, areal penambangan Freeport terus melebar hingga ke Deep Area, DOM dan Big Gossan yang sudah siap dieksploitasi. Sedangkan daerah Kucing Liar serta Intermediate Ore Zone (IOZ) masih dieksplorasi.
Lebih lanjut Aria menyatakan, walaupun Freeport telah melakukan investasi senilai 4,5 milyar dolar AS, hanya sebagian kecil dari investasi tersebut berpengaruh langsung pada ekonomi lokal. Bisa dibayangkan jika itu dikelola dan dimiliki oleh Indonesia sendiri.
Undang-Undang Migas juga telah banyak merugikan Negara. Pengamat Perminyakan Kurtubi mengatakan, UU Migas tersebut sudah menimbulkan banyak kerugian bagi negara. "Jadi sebaiknya UU tersebut disempurnakan, bahkan kalau perlu dicabut," katanya di Jakarta, Selasa, (14/7).
Nampaknya UU tersebut diatas tidak hanya membuat alam Indonesia menjadi rusak, namun juga akan merusak moral dan akhlak rakyat Indonesia. Semua majelis keagamaan di Indonesia akan ajukan judicial review terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Kesehatan. Hal itu dikarenakan pasal itu dinilai sebagai bentuk upaya melegalkan aborsi. ''Itu bertentangan dengan semua agama di Indonesia,'' tegas Ketua Majelis Ulama Indonesia, KH Ma'ruf Amin, di kantor MUI, Selasa (14/10).
Alam rusak, moral dan akhlak juga rusak, nampaknya pemerintah tidak puas dengan merusak kedua hal tersebut, masih ditambah pendidikan juga dirusaknya. Tim Advokasi Koalisi Pendidikan mengajukan permohonan uji materi (Judicial Review) terhadap pasal 53 ayat (1) UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan UU Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) ke Mahkamah Konstitusi (MK). "UU BHP ini akan menjadikan modal sebagai faktor utama dalam kemajuan pendidikan yang akan menimbulkan persaingan modal," kata Koordinator Tim Hukum, Taufik Basari, SH, SHum, LL.M.
4. Privatisasi.
Menjual badan usaha, barang atau pelayan yang menjadi milik negara (BUMN) kepada investor, khususnya aset-aset dalam bentuk bank, industri-industri kunci, kereta api, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit, dan air bersih. Alasan utama dilakukannya privatisasi untuk mengejar efisiensi. Namun pada faktanya privatisasi justru menciptakan konsentrasi kekayaan ke tangan segelintir orang-orang kaya sedangkan rakyat harus menanggung beban harga-harga public utilities yang mahal.
Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memutuskan untuk melakukan privatisasi 20 BUMN pada tahun ini. Privatisasi bakal dilakukan dengan dua cara; penawaran saham kepada publik melalui pasar modal dan dengan pola penjualan strategis (17/2/09).
5. Menghilangkan konsep barang publik
Pemindahan tanggung jawab pengadaan barang dan layanan publik dari tangan negara menjadi tanggung jawab individu. Dengan kata lain, masyarakat harus menemukan sendiri solusi dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka akan barang-barang publik.
Dengan adanya UU diatas membuktikan bahwa Pemerintah berusaha cuci tangan dari tanggung jawab awal yaitu melindungi dan mengayomi rakyat menjadi pengeruk keuntungan (baca:penghisap darah) dari rakyatnya sendiri.
Dengan banyaknya pihak Asing yang bermain di Indonesia, maka hal ini sangat berbahaya bagi persatuan rakyat Indonesia. Undang-Undang tersebut sangat mungkin akan menimbulkan disintegrasi, seperti munculnya Republik Maluku Selatan (RMS) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM), karena UU tersebut memang dirancang agar negara tidak dapat untuk mengurusi urusan seluruh rakyat, sehingga rakyat yang merasa didzalimi oleh pemerintah akan melakukan disintegrasi, yang kemudian mereka mencoba untuk membawa masalah tersebut keluar negeri untuk mencari dukungan, sehingga dunia International (baca: Kapitalis) akan menjadi penengah dan memecah belah Indonesia.

Indonesia adalah Target Penghancuran.
John Perkins dalam best sallernya Confessions of an Economic Hit Man (31/10/05) menjelaskan bahwa Indonesia adalah target penghancuran ekonomi. John Perkins adalah seorang konsultan yang direkrut Chas T Main, sebuah firma konsultan asal Boston pada tahun 1971. Mereka bertugas di bawah Pengawasan Dewan Keamanan Nasional atau National Security Agency (NSA), salah satu lembaga keamanan dan intelijen terkemuka di AS.
Tugas utama Perkins adalah membuat kesepakatan untuk memberi pinjaman ke negara lain, jauh lebih besar dari yang negara itu sanggup bayar. Ia mengaku pernah menjalankan kebijakan ini di sejumlah negara dunia, seperti Indonesia dan Ekuador.
Dalam kesepakatan antarnegara itu, ia berusaha menekan negara-negara lain agar memberikan 90 persen dari pinjamannya kepada perusahaan-perusahaan AS, seperti Halliburton atau Bechtel. Kemudian perusahaan-perusahaan AS tersebut akan masuk membangun sistem listrik, pelabuhan, jalan tol dan lainnya di negara-negara berkembang.
Masih dalam buku itu, setelah mendapatkan utang, AS akan memeras negara tersebut sampai tak bisa membayarnya. Dengan alasan itu, barulah AS akan mendesak negara-negara lain untuk menyerahkan sumber kekayaan alamnya, seperti minyak, gas, kayu, tembaga dan lainnya ke AS. Bagaimana jika negara-negara itu menolak? Perkins menyatakan, mereka bisa saja dibunuh. Ini bukan isapan jempol. Dua tokoh dunia, yakni Presiden Panama Omar Torijos dan Presiden Ekuador Jaime Rojos dibantai karena menolak kerja sama dengan AS.

Berharap pada Selain Islam = Menyekutukan Alloh Swt

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Alloh. (TQS. At-Taubah [9]:31)

Terkait ayat ini, Asy-Syaukani menyatakan, “Sesungguhnya mereka menaati para pendeta/rahib mereka dalam perintah dan larangannya. Para pen-deta/rahib itu menempati kedudukan sebagai 'tuhan-tuhan' karena mereka ditaati sebagaimana layaknya tuhan.” (Asy-Syaukani, II/452).
Penjelasan senada juga dikemu-kakan oleh Hudzaifah bin al-Yamani, Ibnu Abbas, dan lain-lain (As-Suyuthi, III/354-355); juga oleh ath-Thabari, az-Zamakh-syari, ar-Razi, al-Alusi, Ibnu Katsir, al-Baghawi, Ibnu 'Athiyah, al-Khazin, Ibnu Juzyi al-Kalbi, dll dalam kitab tafsir mereka masing-masing.
Pengertian di atas sesuai dengan penjelasan Rasulullah SAW. atas ayat ini. Dalam hal ini, Adi bin Hatim (yang saat itu masih memeluk agama Nasrani) bertutur, “Aku pernah mendatangi Rasulullah dengan mengenakan kalung salib dari perak di leherku. Rasulullah SAW. bersabda, 'Hai Adi, lemparkanlah patung itu dari lehermu!' Kemudian aku melempar-kannya. Setelah itu, Beliau membaca ayat: Ittakhadzû ahbârahum wa ruhbânahum min dûni Allâh…hingga selesai. Aku berkata, 'Sungguh, kami tidak menyem-bah mereka.' Beliau membantah, 'Bukankah para pendeta dan rahib itu mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, lalu kalian mengharamkannya; mereka pun menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, lalu kalian menghalal-kannya?' Aku menjawab, 'Memang benar.' Beliau bersabda, 'Itulah bentuk penyembahan kalian kepada para pendeta dan para rahib kalian.'” (HR ath-Thabrani dari Adi Bin Hatim).
Dengan mendalami ayat sekaligus penafsiran yang didasarkan pada riwayat di atas, kemudian mengaitkannya dengan realitas para pembuat hukum saat ini, kita segera menyimpulkan bahwa 'tuhan-tuhan' selain Allah itu kini tidak hanya para pendeta/rahib Yahudi dan Nasrani. Ke dalam barisan mereka saat ini bersekutu pula para wakil rakyat, juga penguasa, yang terlibat dalam pembuatan hukum selain hukum yang telah Allah tetapkan.
Secara tidak langsung ayat ini sebetulnya terkait dengan keharaman berlaku 'syirik' (menyekutukan Allah). Ayat ini melarang manusia untuk menjadikan para rahib dan pendeta sebagai tandingan-tandingan Allah; sebagai 'tuhan-tuhan' selain Allah.
Dalam konteks akidah, syirik jelas dosa yang amat besar, bahkan dosa yang tidak akan pernah diampuni Allah SWT (Lihat: QS an-Nisa' [4]: 48). Jika mempertuhankan pihak lain selain Allah (syirik) adalah sebuah dosa yang tidak terampuni, apalagi sikap mempertuhankan diri sendiri, seperti halnya yang dilakukan oleh Fir'aun?

Berharaplah pada Islam

Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (TQS. Al-Maidah [5] : 3).

Islam adalah sebuah ad-dien (agama/sistem hidup/ideologi) yang sempurna. Islam mengatur semua hal perilaku manusia, baik itu hubungan manusia dengan Alloh, dirinya sendiri maupun dengan sesama manusia. Dari hubungan ini (manusia dengan manusia) terlahirlah aturan-aturan seperti ipoleksosbudhankam.
Pada dasarnya, Neoliberal tidak membawa keuntungan sama sekali, bahkan sistem ini bagaikan drakula yang siap menghisap habis darah para pemeluknya. Fakta bahwa Islam pernah menjadi Negara adidaya (super power) yang ditakuti oleh musuh-musuh Islam. Umat Islam bersatu dalam satu bendera, satu kalimat, satu misi dan visi konstitusi syariah yaitu Daulah Khilafah Islamiyah selama 13 abad lebih. Tanpa itu, kita semua dapat melihat kaum muslimin saat ini terpecah belah tanpa kekuatan, Palestina, Iran, Checnya, Kashmir, Philipina, dan lain sebagainya adalah contoh real betapa kerdil dan lemahnya umat ini.
Di samping itu, Islam juga menjamin kehidupan yang sejahtera, seperti pada masa Kekhalifahan Umar bin Khaththab. Pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab selama 10 tahun, di berbagai wilayah (propinsi) yang menerapkan Islam dengan baik, kaum muslimin menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Kesejehteraan merata ke segenap penjuru.
Buktinya, tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah Yaman. Muadz adalah staf Rasulullah SAW yang diutus untuk memungut zakat di Yaman. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, Muadz terus bertugas di sana. Abu Ubaid menuturkan dalam kitabnya Al-Amwal hal. 596, bahwa Muadz pada masa Umar pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman kepada Umar di Madinah, karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman. Namun, Umar mengembalikannya. Ketika kemudian Muadz mengirimkan sepertiga hasil zakat itu, Umar kembali menolaknya dan berkata,"Saya tidak mengutusmu sebagai kolektor upeti, tetapi saya mengutusmu untuk memungut zakat dari orang-orang kaya di sana dan membagikannya kepada kaum miskin dari kalangan mereka juga." Muadz menjawab,"Kalau saya menjumpai orang miskin di sana, tentu saya tidak akan mengirimkan apa pun kepadamu."
Pada tahun kedua, Muadz mengirimkan separuh hasil zakat yang dipungutnya kepada Umar, tetapi Umar mengembalikannya. Pada tahun ketiga, Muadz mengirimkan semua hasil zakat yang dipungutnya, yang juga dikembalikan Umar. Muadz berkata,"Saya tidak menjumpai seorang pun yang berhak menerima bagian zakat yang saya pungut." (Al-Qaradhawi, 1995).
Subhanallah! Betapa indahnya kisah di atas. Bayangkan, dalam beberapa tahun saja, sistem ekonomi Islam yang adil telah berhasil meraih keberhasilan yang fantastis. Dan jangan salah, keadilan ini tidak hanya berlaku untuk rakyat yang muslim, tapi juga untuk yang non-muslim. Sebab keadilan adalah untuk semua, tak ada diskriminasi atas dasar agama. Suatu saat Umar sedang dalam perjalanan menuju Damaskus. Umar berpapasan dengan orang Nashrani yang menderita penyakit kaki gajah. Keadaannya teramat menyedihkan. Umar pun kemudian memerintahkan pegawainya untuk memberinya dana yang diambil dari hasil pengumpulan shadaqah dan juga makanan yang diambil dari perbekalan para pegawainya (Karim, 2001).
Tak hanya Yaman, wilayah Bahrain juga contoh lain dari keberhasilan ekonomi Islam. Ini dibuktikan ketika suatu saat Abu Hurairah menyerahkan uang 500 ribu dirham (setara Rp 6,25 miliar) (1) kepada Umar yang diperolehnya dari hasil kharaj propinsi Bahrain pada tahun 20 H/641 M. Pada saat itu Umar bertanya kepadanya, "Apa yang kamu bawa ini?" Abu Hurairah menjawab, "Saya membawa 500 ribu dirham." Umar pun terperanjat dan berkata lagi kepadanya, "Apakah kamu sadar apa yang engkau katakan tadi? Mungkin kamu sedang mengantuk, pergi tidurlah hingga subuh." Ketika keesokan harinya Abu Hurairah kembali maka Umar berkata, "Berapa banyak uang yang engkau bawa?" Abu Hurairah menjawab, "Sebanyak 500 ribu dirham" Umar berkata,"Apakah itu harta yang sah?" Abu Hurairah menjawab, "Saya tidak tahu kecuali memang demikian adanya." (Karim, 2001; Muhammad, 2002).
Selama masa kekhalifahan Umar (13-23 H/634-644 M), Syria, Palestina, Mesir (bagian kerajaan Byzantium), Iraq (bagian kerajaan Sassanid) dan Persia (pusat Sassanid) ditaklukkan. Umar benar-benar figur utama penyebaran Islam dengan dakwah dan jihad. Tanpa jasanya dalam menaklukkan daerah-daerah tersebut, sulit dibayangkan Islam dapat tersebar luas seperti yang kita lihat sekarang ini (Karim, 2001, Ash-Shinnawy, 2006).
Dari sudut pandang ekonomi, berbagai penaklukan itu berdampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Ghanimah yang melimpah terjadi di masa Umar. Setelah Penaklukan Nahawand (20 H) yang disebut fathul futuh (puncaknya penaklukan), misalnya, setiap tentara berkuda mendapatkan ghanimah sebesar 6000 dirham (senilai Rp 75 juta), sedangkan masing-masing tentara infanteri mendapat bagian 2000 dirham atau senilai Rp 25 juta. (Ash-Shinnawy, 2006). Bagian itu cukup besar. Bandingkan dengan ghanimah Perang Badar, dimana setiap tentara muslim hanya mendapat 80 dirham (senilai Rp 1 juta) (Karim, 2001).
Meski rakyatnya sejahtera, Umar tetap hidup sederhana. Umar mendapatkan tunjangan (ta’widh) dari Baitul Mal sebesar 16.000 dirham (setara Rp 200 juta) per tahun, atau hanya sekitar Rp 17 juta per bulan (Muhammad, 2002). Ini berkebalikan dengan sistem kapitalisme-demokrasi sekarang, yang membolehkan penguasa berfoya-foya --dengan uang rakyat-- padahal pada waktu yang sama banyak sekali rakyat yang melarat dan bahkan sekarat.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga tak jauh beda dengan Khalifah Umar bin Khattab yang telah diceritakan sebelumnya. Meskipun masa kekhilafahannya cukup singkat, hanya sekitar 3 tahun (99-102 H/818-820 M), namun umat Islam akan terus mengenangnya sebagai Khalifah yang berhasil menyejahterakan rakyat.
Ibnu Abdil Hakam dalam kitabnya Sirah Umar bin Abdul Aziz hal. 59 meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata,"Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya." (Al-Qaradhawi, 1995).
Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid dalam Al-Amwal hal. 256 mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata,"Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang." Umar memerintahkan,"Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya." Abdul Hamid kembali menyurati Umar,"Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang." Umar memerintahkan lagi, "Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya." Abdul Hamid sekali lagi menyurati Umar,"Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang." Akhirnya, Umar memberi pengarahan,"Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih." (Al-Qaradhawi, 1995).
Sementara itu Gubernur Basrah pernah mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz,"Semua rakyat hidup sejahtera sampai saya sendiri khawatir mereka akan menjadi takabbur dan sombong." Umar dalam surat balasannya berkata,"Ketika Allah memasukkan calon penghuni surga ke dalam surga dan calon penghuni neraka ke dalam neraka, Allah Azza wa Jalla merasa ridha kepada penghuni surga karena mereka berkata,"Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya..." (QS Az-Zumar : 74). Maka suruhlah orang yang menjumpaimu untuk memuji Allah SWT." (Al-Qaradhawi, 1995).
Meski rakyatnya makmur, namun seperti halnya kakeknya (Umar bin Khaththab), Khalifah Umar bin Abdul Aziz tetap hidup sederhana, jujur, dan zuhud. Bahkan sejak awal menjabat Khalifah, beliau telah menunjukkan kejujuran dan kesederhanaannya. Ini dibuktikan dengan tindakannya mencabut semua tanah garapan dan hak-hak istimewa Bani Umayyah, serta mencabut hak mereka atas kekayaan lainnya yang mereka peroleh dengan jalan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan Khilafah Bani Umayyah. Khalifah Umar memulai dari dirinya sendiri dengan menjual semua kekayaannya dengan harga 23.000 dinar (sekitar Rp 12 miliar) lalu menyerahkan semua uang hasil penjualannya ke Baitul Mal (Al-Baghdadi, 1987). Subhanallah! Allohu a’lam bishawab

* Aktivis Hizbut Tahrir Cilacap
unduh file doc lebih lengkap disini
ilustrasi : http://jiyuunosekai.blog.friendster.com

Bookmark and Share

Tidak ada komentar:

Related Posts with Thumbnails