07 April 2009

Pendidikan Nasional Tak Dipercaya

Pemerintah tidak percaya bahwa sistem pendidikan nasional bisa bersaing secara global dengan negara lain. Hal itu dibuktikan sendiri pemerintah dengan kebijakannya yang justru mendorong bermunculannya sekolah-sekolah negeri bertaraf internasional yang didukung biaya besar.
Pemerintah seharusnya justru memperkuat sistem pendidikan nasional yang mampu membuat siswa senang belajar, percaya diri untuk bersaing, cerdas, dan humanis. Bukan sebaliknya, menciptakan sistem pendidikan yang berkelas-kelas yang akan menciptakan bom sosial di kemudian hari.
Demikian persoalan yang mengemuka dalam diskusi publik bertajuk ”Membedah Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)” yang dilaksanakan Education Forum di Jakarta, Senin (6/4).

Tampil sebagai pembicara adalah Direktur SMA Kolese Kanisius Jakarta Rm E Baskoro Poedjinoegroho, pengamat pendidikan HAR Tilaar, Direktur Institute for Education Reform Universitas Paramadina Utomo Dananjaya, dan M Fajri Siregar, alumnus Universitas Indonesia.
”Bukan kita menutup diri terhadap apa yang berbau asing atau internasional, tetapi SBI ciptaan pemerintah saat ini lebih sebagai pelarian karena tidak bisa membuat sistem pendidikan nasional yang menghasilkan peserta didik yang siap menghadapi tantangan zaman. SBI di sekolah negeri itu jadi tertutup hanya untuk orang pintar dan berduit,” kata Baskoro.
Menurut Baskoro, yang ada di Indonesia saat ini sebenarnya masih kelas bertaraf internasional. Itu pun dengan pengajar yang fokus untuk menerjemahkan bahan ajar ke dalam bahasa Inggris. SBI umumnya menggunakan kurikulum internasional Cambridge.
HAR Tilaar mengatakan, yang mendasar justru perlu diciptakan sistem pendidikan nasional yang baik, yang bersumber dari kekuatan yang dimiliki bangsa ini.
Sikap inferior
Sementara itu, Direktur Institute for Education Reform Universitas Paramadina menilai fokus pemerintah untuk mengembangkan SBI menunjukkan sikap inferior bangsa ini. Padahal, pendidikan berfungsi untuk mengembangkan budaya dan martabat bangsa dengan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Fajri Siregar, alumnus Sosiologi UI, mengatakan, yang juga berkembang adalah sekolah nasional plus, yang selain memakai kurikulum nasional juga mengadopsi kurikulum internasional. Bahkan, pengajarnya lebih banyak warga negara asing.

Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka watak sekuler-materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transedental pada semua proses pendidikan.
Ajip Rosidi, Ketua Umum Yayasan Rancage, dalam penutupan Konferensi Internasional Budaya Sunda I, di Bandung, Minggu (26/8/2001) mengatakan, "Sistem pendidikan nasional di Indonesia masih mewarisi sistem kolonial. Perlu dilakukan perombakan total pada sistem pendidikan nasional agar bisa membentuk watak anak yang mandiri dan kreatif …"
Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan menghasilkan dikotomi pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan “agama” di satu sisi dengan pendidikan umum di sisi lain. Pendidikan agama melalui madrasah, institut agama dan pesantren dikelola oleh Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah dan kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Disadari atau tidak, berkembang penilaian bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.

Diolah dari Kompas Cetak dan femaleofhati

Bookmark and Share

1 komentar:

BusinessMan mengatakan...

Saya berharap pendidikan di indonesia dapat maju...untuk memberikan pendidikan yang berkualitas pada generasi bangsa ini, tanpa terkecuali.

salam kenal ya, berkunjung balik

Related Posts with Thumbnails