12 Februari 2009

Tak Memahami Fakta, Pemuda Arab Bai'at Erdogan Sebagai Khalifah Umat Islam Zaman ini

Sikap tegas Perdana Menteri Turki Recep Tayep Erdogan yang memutuskan untuk walkout dan mengkritik keras Presiden Irael Shimon Peres dalam forum ekonomi internasional Davos pada akhir bulan lalu rupanya banyak meninggalkan pengaruh bagi banyak kalangan.
Dalam jajak pendapat di beberapa situs dan forum internet di Arab, para aktivis internet yang kebanyakan dari kalangan pemuda dan terdidik menyatakan bahwa mereka membaiat "secara tak langsung" Erdogan sebagai "Khalifah al-Muslimin fi Hadza al-'Ashr" (Pemimpin Umat Muslim di Zaman ini).

Puluhan pemuda Mesir, misalnya, dalam sebuah forum di Face Book menyatakan Erdogan sebagai Pahlawan Bangsa Arab dari Ras Non-Arab (Bathl al-Ummah al-Arabiyyah wa Huwa Laysa Arabiyyan). Di forum tersebut, terdapat sub-judul dengan pertanyaan menarik: "Limadza La Nahlamu bi 'Awdah al-Khilafah al-Islamiyyah" (Mengapa Kita Tidak Mengharapkan Kembalinya Masa Khilafah Islamiyyah?".
Harian Turki Akhbar al-Alam (7/2) melansir, dalam sebuah forum (muntadayat) internet lainnya, terdapat pula tema diskusi yang cukup menggelitik. Dikatakan bahwa "Sepertinya orang-orang non-Arablah, yaitu Pemimpin Turki (Erdogan) dan Iran (Dinejad), bahkan kalangan non-Muslim dari unsur Komunis (Syuyu'i), yaitu Presiden Venevuela Hugo Chavez dan Pemimpin Kuba (Fidel Castro) yang justru akan banyak memberikan perubahan berarti bagi permasalahan kemanusiaan di Palestina.
Sebelumnya, dalam sebuah pidatonya di hadapan kader Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Turki yang dipimpinnya, Erdogan pernah menyatakan jika orang-orang Turki adalah pewaris Kekhalifahan Utsmani yang agung. Pidato Erdogan tersebut terkait reaksinya atas beberapa pemimpin Eropa yang tampak "menyepelekan" peran Turki.
Demikian juga, saat di hadapan Peres, Erdogan dengan tegas "menyentak" Presiden Zionis itu dengan menyatakan jika, "tidakkah engkau ingat, ketika bangsa Yahudi mengalami tragedi pembantaian di Spanyol pasca jatuhnya daulah Islam di sana, juga ketika orang-orang Yahudi diusir dari Eropa di abad petengahan, khalifah Utsmani-lah, orang-orang Turki-lah, kami-lah yang melindungi dan menyelamatkan bangsa kalian!".
Khalifah Utsmaniyyah berdiri sejak abad ke-13 M hingga abad ke-20 M, dan tercatat sebagai kekhalifahan Islam yang memiliki masa kekuasaan terlama (dibanding dengan kekhalifahan Umayyah di Damaskus, Abbasiyyah di Baghdad, Marwaniyyah di Cordova, Fathimiyyah di Mesir, Shafawiyyah di Iran, dan lain-lain).
Pada puncak kejayaannya, yang merentang dari abad ke-15 sampai ke-19 M, kekhalifahan Utsmaniyyah berhasil meruntuhkan imperium adiluhung Byzantium (1453 M). Wilayah kekuasaannya membentang serupa bulan sabit: dari Eropa Tenggara, Eropa Timur, Afrika Utara, Nubia, Mesir, Syam, Semenanjung Arabia, hingga ke Irak. Bisa dibayangkan kebesaran kekhalifahan Utsmaniyyah kala itu. Tak pelak, Utsmaniyyah pun menjadi super power dunia yang pengaruhnya malang melintang pada masanya.
Dan Erdogan, yang kini kerap bercerita tentang nostalgia kejayaan kekhalifahan Utsmaniyyah dulu, rupanya ampuh memantik gelora orang-orang Turki, dan kini terbukti ampuh membangkitkan gelora orang-orang Muslim Arab.

Namun jika anda melihat kaitan masa lalu atas pernyataan-pernyataan ini dan tindakan ‘walkout’ nya itu di KTT itu, sangat jelas bahwa Turki adalah sahabat terbesar Israel di wilayah itu.

  • Turki memiliki sejarah panjang hubungan persahabatan dengan Israel. Negeri itu adalah negeri muslim pertama yang mengakui Israel pada tahun 1949.
  • Tahun 2006 Menlu Israel menyebut hubungannya dengan Turki “sempurna”.
  • Turki adalah negeri terbesar ke-8 dalam hal partner dagang dan perdagangan tahunan yang mereka lakukan bernilai sekitar 4 miliar dollar.
  • Turki dan Israel memiliki aliansi militer. Militer kedua Negara itu telah melakukan latihan perang bersama, khususnya angkatan laut mereka. Pilot-pilot Israel bahkan melatih angkatan udara Turki, dengan menerbangkan perangkat untuk latihan dari sebuah pangkalan Turki dekat Ankara. Israel telah menyediakan pesawat udara tidak berawak untuk memonitor aktivitas pemberontak Kurdi di wilayah Selatan Turki.
  • Pemerintahan Erdogan menunjuk Jendral Buyukanit sebagai Kepala Staff Angkatan Bersenjata, seorang yang dikenal sebagai pro-Israel dan salah satu tugasnya adalah menghilangkan sentiment anti-Israel di jajaran militer senior Turki.
  • Tahun 2006 surat kabat Jerusalem Post melaporkan bahwa Israel dan Turki sedang merundingkan pembangunan sebuah proyek energi dan air yang bernilai jutaan dollar yang akan mengangkut air, listrik, gas alam dan minyak bumi ke Israel melalui pipa-pipa.
Jadi kita jangan terkecoh dengan tindakan-tindakan simbolis yang kosong itu, Turki dan Israel mungkin seperti sepasang kekasih yang sedang berselisih atas masalah sepele, tapi hanya itu saja.

Satu poin terakhir yang perlu disebutkan adalah bahwa rakyat Turki bisa saja memberikan sambutan kepada Erdogan sebagai seorang pahlawan karena protes dengan melakukan ‘walkout’, maka bayangkan saja sambutan yang akan dia terima seandainya dia menggunakan sumber daya yang dimilikinya sebagai penggetar untuk mengakihiri konflik secara menentukan. Hanya diperlukan seorang pemberani dan Umat akan berada di belakangnya, Insya Allah.
(era/kcom/hti/Pro-Syariah)

Bookmark and Share

1 komentar:

Andri Faisal mengatakan...

jadi kalau yang cocok jadi khalifah siapa? apakah syekh taqiyuddin an nabhani

Related Posts with Thumbnails