Pemerintah memutuskan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium, solar, dan minyak tanah per 15 Februari 2009 tetap sama seperti 15 Januari 2009.
Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen ESDM Sutisna Prawira dalam siaran pers yang diperoleh di Jakarta, Sabtu mengatakan, keputusan yang dikeluarkan Jumat (13/2) itu menetapkan harga premium tetap Rp 4.500 per liter, solar Rp 4.500 per liter, dan minyak tanah Rp2.500 per liter.
"Pemerintah berketetapan harga minyak tanah, premium, solar tidak mengalami perubahan," katanya.
Terhadap persoalan ini wakil Ketua Pansus Angket BBM Efiardi Asda (F-PPP) menilai pemerintah masih memperoleh keuntungan sebesar Rp 600 per liter dari penjualan premium bersubsidi. Dengan mengacu pada perkembangan harga minyak internasional. Hal tersebut diungkapkan Efiardi dalam Rapat Dengar Pendapat antara Pansus Hak Angket BBM dengan mantan Dirut Pertamina di DPR, Kamis (12/2).
“Harga jual eceran bahan bakar premium bersubsidi seharusnya hanya sekitar Rp 3.900 per liter,” ungkap Efiardi.
Menurut Efiardi, harga jual premium sebesar Rp 3.900 per liter sudah memperhitungkan biaya distribusi dan margin keuntungan (alpha), pajak pertambahan nilai (PPN), serta pajak bahan bakar kendaraan bermotor (BPKB).
“Perhitungan ini menggunakan harga Mean Of Platts Singapore (MOPS) sebesar USD45 per barel dan kurs rupiah Rp 11.800,” ujarnya.
Sementara pengamat perminyakan, Kurtubi menyayangkan merintah tidak menurunkan kembali harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi per 15 Februari 2009.
"Seharusnya pemerintah memanfaatkan harga minyak yang kini di bawah 40 dolar AS per barel, dengan menurunkan harga BBM ke level Rp4.000 per liter atau bahkan Rp3.500 per liter," katanya di Jakarta, Senin.
Hal senada dikemukakan pengamat perminyakan lainnya, Pri Agung Rakhmanto. Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu menilai, harga premium bersubsidi memang sebaiknya tetap Rp4.500 per liter, namun solar harusnya menjadi Rp4.000 per liter.
Menurut Kurtubi, saat ini, merupakan kesempatan yang tepat bagi pemerintah menurunkan harga BBM guna meningkatkan daya beli masyarakat, menurunkan biaya produksi dan distribusi, menurunkan inflasi, dan menurunkan suku bunga.
Sehingga, lanjutnya, investasi dan kesempatan kerja bisa meningkat di tengah resesi ekonomi global yang semakin parah.
"Saya sarankan sebaiknya pemerintah dengan cerdas memanfaatkan harga minyak murah untuk mendorong ekonomi dalam negeri," kata Center For Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES).
Ia mengatakan, dengan harga minyak mentah 35 dolar AS per barel, kurs Rp 11.000 per dolar AS, maka biaya pokok BBM hanya Rp 3.500 per liter.
"Kalau harga premium sekarang Rp 4.500 per liter, maka pemerintah untung sekitar Rp 6 triliun dalam tiga bulan sejak Desember 2008," katanya.
Kurtubi juga menambahkan, kecil kemungkinan harga minyak mentah naik di atas 70 dolar AS per barel tahun 2009 ini, karena pasar minyak yang lemah.
Sementara itu, Anggota Pansus Dradjad H. Wibowo (F-PAN) menyesalkan pemerintah yang menjual harga premium bersubsidi di atas harga internasional. Menurut nya, kebijakan tersebut melanggar Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Seharusnya pemerintah yang mensubsidi rakyat, bukan sebaliknya, rakyat yang mensubsidi pemerintah,” tandas Dradjad.
Mantan Dirut Pertamina Ari Sumarmo menuturkan, keuntungan dari penjualan premium itu menjadi milik pemerintah, bukan menjadi milik distributor BBM bersubsidi. Pertamina sebagai distributor BBM bersubsidi tidak dilibatkan dalam penentuan harga BBM bersubsidi. “Dalam penghitungan harga BBM bersubsidi, baik kenaikan ataupun penurunan, Pertamina tidak terlibat. Pertamina hanya dimintai data-data terkait BBM oleh pemerintah,” jelas Ari.
Dalam pandangan Islam barang tambang termasuk minyak bumi adalah milik umat / masyarakat. Negara hanya mengekplorasi dan mendistribusikannya kepada rakyat, baik dalam bentuk barang maupun jasa. Negara tidak boleh mengambil keuntungan sedikitpun, apalagi perorangan (swasta). Hal ini dilakukan karena barang tambang seperti minyak bumi merupakan milik umum. Negara melakukan eksplorasi dan distribusi karena negara adalah pemelihara urusan umat / masyarakat. Hubungan antara negara dengan warga negara adalah hubungan antara yang mengurusi / memelihara dengan yang diurusi / dipelihara urusannya, bukan hubungan antara penjual dan pembeli seperti yang terjadi saat ini. (ant/dpr/rep/pro-syariah)
16 Februari 2009
Pemerintah Putuskan Harga BBM Tidak Berubah, Padahal Bisa Turun Rp 600 lagi
Label:
Berita Nasional,
Ekonomi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar