30 Desember 2008

Krisis Keuangan Global : Islam Punya Solusi*)

Oleh : Dra, Yusriyati Nur Farida, MSi Ak**)

“Kemungkinan AS bisa lolos dari resesi ekonomi sangat kecil, di bawah 50 persen ”
(Alan Greenspan , Mantan Kepala Federal Reserve, dalam wawancara dengan ABC 15/09/2008 )
Fasten your seat belt, we’re facing the global financial crisis!
Guncangan dunia saham sudah menjadi berita yang membumi di berbagai media massa sejak September ini. AS, yang konon dielu-elukan sebagai negara adidaya, kiblat ekonomi dan referensi kemajuan abad 21, mau tidak mau harus mengakui kegagalannya dalam menopang ekonomi dunia. Krisis keuangan global akhirnya kembali melanda.
Ibarat pondasi rumah, pondasi kapitalisme sangat rapuh, yaitu sekulerisme. Adapun tiang-tiang penyangga bangunan kapitalisme juga sangat rapuh. Tiang yang sangat rapuh tersebut terdiri dari : Pertama, Ekonomi Berbasis Investasi Asing, Kedua, Ekonomi Berbasis Utang, Ketiga, Ekonomi Berbasis Uang Kertas (Fiat Money), dan Keempat, monetary based economy (ekonomi berbasis sektor moneter/keuangan non-real).


Melihat fakta tersebut, untuk menyelesaikan krisis keuangan global secara komprehensif maka kita harus berpikir out of the box, keluar dari pakem Kapitalisme dan menggunakan kerangka berfikir Islam.
Sebuah awal krisis, Lehman Brothers, bank keuangan senior dan terbesar ke-4 di AS, mengumumkan kerugian $3,9 miliar (Juni–Agustus) dan $6,6 milyar (sepanjang 2008). Saham Lehman turun secara signifikan. Dibanding harga sahamnya pada bulan November 2007 ($67,73), saham Lehman Brothers per 15 September 2008 tinggal 30 sen/lembar (bbcindonesia.com). Hal ini juga terjadi pada bank-bank lainnya di AS.
Di AS dan beberapa negara lain, akibat dari krisis ini adalah, melonjaknya tingkat pengangguruan, menurunnya konsumsi, lesunya perekonomian, dan yang jelas terlihat, menurunnya harga minyak bumi menembus dibawah $40. Seperti ILO (International Labor Organization) yang melaporkan 20 juta orang akan menjadi pengangguran sampai akhir tahun 2009 akibat krisis.
Imbas krisis AS ini terus menyebar ke seluruh dunia. Laksana efek domino, kejatuhan saham dan kepanikan ini juga merambah wilayah Asia (Taiwan, Jepang, Singapura, dll), Eropa (Inggris, Prancis, Jerman, dll) dan termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan karena keterlibatan mereka pada permainan saham di AS. Selain itu, imbas lainnya juga bisa berupa: net-imported inflation dan menurunnya impor AS terhadap produk luar negeri akibat penurunan konsumsi.
Walaupun imbas krisis ini di Indonesia tidak sebesar di AS dan negeri lainnya, pemerintah tentu tidak tinggal diam. Masih kita ingat bagaimana kebijakan reaktif pemerintah RI seperti: suspending BEJ, penaikan suku bunga, dan buy-back sahan BUMN demi menarik kepercayaan pasar, serta kebijakan batas minimum likuiditas bank hingga 2 milyar rupiah. Namun sayangnya, kebijakan ini belum “tuntas” mengatasi dampak krisis keuangan global ini. Lantas apa solusi tuntasnya?
Sebelum membahas lebih lanjut, terdapat sejumlah pertanyaan yang terlebih dahulu ingin diulas pada tulisan kali ini: bagaimanakah kronologi terjadinya krisis ini? Apa akar masalahnya?
Sub-prime Mortgage dan Kejatuhan 3 Bank Raksasa AS
Krisis ini diawali dari kredit macet perumahan yang disebut sub-prime mortgage (sub-prime = di bawah (standar) utama, mortgage = hipotek, pegadaian). Sudah menjadi trend bagi kebanyakan warga AS untuk mendapatkan rumah melalui kredit. Akan tetapi, jika sebelumnya penerima kredit perumahan ini harus memenuhi standar kelayakterimaan kredit terlebih dahulu, misalnya gaji bulanan minimum, dan sebagainya. Namun, karena ingin mengejar keuntungan maksimal, maka bank-bank kredit menurunkan standar kelayakan tersebut. Sehingga semakin banyak pasar (dengan harapan semakin banyak keuntungan dari kredit) yang bisa mengambil kredit perumahan ini, termasuk yang sebelumnya seharusnya tidak layak mendapatkannya.
Di lain sisi, pemerintahan George W. Bush menghapuskan batas likuiditas modal (yang sebelumnya 1/10 modal harus disimpan sebagai likuiditas modal—harus ditahan sebagai uang tunai), menjadi 100% modal bebas ditanamkan termasuk di dunia saham.
Bubble Economy : Jejak-Kerapuhan Kapitalisme yang Terpelihara
Apa arti kebijakan ini? Jawabannya adalah penggelembungan nilai non riil vs nilai riil yang ada di masyarakat (seperti yang diuraikan pada teori bubble economy).
Dengan sistem bunga, nilai yang diinvestasikan akan terus meningkat, namun tidak sesuai dengan nilai riil yang ada di masyarakat. Hingga pada suatu titik, tidak ada (atau tidak cukup) uang lagi di masyarakat untuk membayar kredit tersebut. Inilah yang terjadi di AS: hampir seluruh kreditur tidak mampu membayar kreditnya, namun bunga saham terus berputar, investor terus meminta cost of capital-nya sedangkan perputaran modal terhambat, kas “kosong” dan menjadi defisit dan akhirnya terjadilah krisis.
Inilah yang melatarbelakangi kebangkrutan Merrill Lynch dan Lehman Brothers, mengikuti nasib Bear Sterns. Maka dari 5 Investment Bank terbesar di Amerika, 3 di antaranya telah tumbang, dan yang tersisa hanyalah Goldman Sachs dan Morgan Stanley.
Pelajaran dari 1929, 1987, 1997, dan 2008
Seseorang pernah berkata, “Sejarah mengajarkan bahwa manusia jarang belajar dari sejarah.” Perkataan ini jelas terlihat dari kasus krisis keuangan ini. Setidaknya kurang dari 100 tahun terakhir, ternyata peristiwa serupa telah terjadi 4 kali!
Sebut saja pada Oktober 1987, tatkala indeks harga saham di New York turun 22 % dalam sehari. Atau yang lebih parah adalah pada saat Great Depression 1929 yang tidak teratasi, kecuali setelah keluarnya keputusan Presiden Roosevelt untuk menerjunkan Amerika ke dalam kancah Perang Dunia II dan membangkitkan perekonomian Amerika dengan cara memproduksi kebutuhan-kebutuhan perang yang sangat besar.
Krisis serupa muncul kembali pada 1997, jatuhnya nilai tukar (kurs) mata uang di negara-negara Asia Tenggara, anjloknya harga saham perusahaan-perusahaannya, yang dimulai dari Thailand, lalu ke Filipina, Malaysia, Indonesia, Korea Selatan, Taiwan, dan negara-negara Asia Utara, dan akhirnya Hongkong ( yang merupakan basis investasi Barat yang besar di kawasan Asia). Pada saat itulah, pasar-pasar modal di Barat sadar bahwa wabah yang melanda ternyata sangat berbahaya. Maka terjadilah berbagai krisis di pasar- pasar modal Eropa dan Amerika, terutama New York.
Kemudian kini, hari ini, dengan krisis keuangan 2008, yang berawal dari sub-prime mortgage.
Sebagian kalangan berkata, bahwa siklus ini adalah semacam self-regulation atau kealamiahan dari sistem kapitalisme, lalu kemudian perputaran modal akan kembali normal, terus berputar dan pada akhirnya akan kembali lagi mengalami krisis.
Sungguh, sudah banyak sekali pelajaran dari ke-4 peristiwa ini bahwa sistem kapitalis saat ini riskan terkena krisis dan terbawa kepentingan tertentu.
Kembali ke Islam
Ketika kapitalisme sedang terengah-engah menghadapi krisis ini, Islam dan pengembannya kian percaya diri untuk maju menawarkan solusi. Bagaimana tidak? Kapitalisme dan ekonomi non-riil nya lahir dari kejeniusan akal manusia yang terbatas, sedangkan sistem Islam lahir dari Allah swt, Dzat Maha Sempurna dan Maha Tahu!
Kemudian, bagaimana Islam menjawab permasalahan krisis financial ini? Bagaimana Islam mampu menghadirkan konsep alternatif dalam perihal ekonomi? Adakah pengaturan khas Islam dalam perekonomian sebuah negara sehingga mencapai kesejathteraan seluruh warga negara:
Pertama, aspek penjaminan Islam atas kestabilan perekonomian negara.
Larangan Riba
Jika pada uraian di atas, riba menjadi motivasi bank-bank keuangan AS mengambil keuntungan, maka lain halnya di Islam, Allah swt telah dengan tegas melarang praktik riba dalam segala bentuk.
Sistem ekonomi Islam secara tegas melarang Riba dan penjualan komoditi sebelum dikuasai oleh penjualnya. Karena itu, haram menjual barang yang tidak menjadi milik seseorang. Haram memindahtangankan kertas berharga, obligasi dan saham yang dihasilkan dari akad-akad yang batil. Islam juga mengharamkan semua sarana penipuan dan manipulasi yang dibolehkan oleh Kapitalisme, dengan klaim kebebasan kepemilikan.
Sistem ekonomi Islam melarang penjualan komoditi sebelum dikuasai oleh penjualnya, sehingga haram hukumnya menjual barang yang tidak menjadi milik seseorang. Haram memindahtangankan kertas berharga, obligasi dan saham yang dihasilkan dari akad-akad yang batil. Islam juga mengharamkan semua sarana penipuan dan manipulasi yang dibolehkan oleh kapitalisme, dengan klaim kebebasan kepemilikan.
Ekonomi Islam tidak mengenal dualisme ekonomi– yaitu ekonomi yang terdiri dari sektor riil dan sektor keuangan, dimana aktifitasnya didominasi oleh praktik pertaruhan terhadap apa yang akan terjadi pada ekonomi riil. Ekonomi Islam didasarkan pada ekonomi riil. Dengan demikian, semua aturan ekonomi Islam memastikan agar perputaran harta kekayaan tetap berputar. Larangan terhadap adanya bunga (riba) bisa dipraktikan dengan melakukan investasi modal di sektor ekonomi rill, karena penanaman modal di sektor lain dilarang. Kalaupun masih ada yang berusaha menaruh sejumlah modal sebagai tabungan atau simpanan di bank (yang tentunya juga tidak akan memberikan bunga), modal yang tersimpan tersebut juga akan dialirkan ke sektor riil. Artinya, tiap individu yang memiliki lebih banyak uang bisa ia tanam di sektor ekonomi riil, yang akan memiliki efek berlipat karena berputarnya uang dari orang ke orang yang lain. Keberadaan bunga, pasar keuangan, dan judi secara langsung adalah faktor-faktor yang menghalangi perputaran harta.
Di Baitul Mal, rakyat juga mendapat bagian khusus untuk pinjaman bagi mereka yang membutuhkan, termasuk para petani, sebagai bentuk bantuan untuk mereka, tanpa ada unsur riba sedikit pun di dalamnya. Semua agama melarang aktivitas ribawi, termasuk Islam sebagai agama penyempurna.
Allah Swt. berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ(278)فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِن اللهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Jika kalian tidak mengerjakannya (meninggalkan sisa riba), ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. (QS al-Baqarah [2]: 278-279).
Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak dalam sistem keuangan dan perbankan modern (dengan adanya bunga bank), seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk transaksi-trasnsaksi derivative yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa. Penggelembungan harga saham maupun uang—sehingga tidak sesuai dengan harganya yang ‘wajar’ dan benar-benar memiliki nilai intrinsik yang sama dengan nilai nominal yang tercantum di dalamnya—adalah tindakan riba. Rasulullah saw.:

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَاْلفِضَّةُ بِاْلفِضَّةِ وَاْلبُرُّ بِاْلبُرِّ والشَّعِيْرِ بِالشَّعِيْرِ وّالتَّمَرُ بِالتَّمَرِ وَاْلمَلَحُ بِاْلمَلَحِ مَثَلاً بِمَثَلٍ وَيَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ اَوْ اْستَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى
(Boleh ditukar) Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam yang setaras (sama nilai dan kualitasnya) dan diserahterimakan langsung (dari tangan ke tangan). Siapa saja yang menambahkan (suatu nilai) atau meminta tambahan sesungguhnya ia telah berbuat riba. (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Sistem ekonomi Islam selalu menomorsatukan kebutuhan dan pemberdayaan masyarakat secara riil –-bukan sekedar pertumbuhan ekonomi saja-– sebagai isu utama yang memerlukan jalan keluar dan penerapan kebijakan. Sistem Islam memiliki latar belakang pemikiran yang berbeda tentang ekonomi, sehingga jalur pengembangan ekonominya pun berbeda dari Kapitalisme.
Sistem Ekonomi Islam menfokuskan pada manusia dan pemenuhan kebutuhannya, bukan pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Nabi Muhammad saw bersabda, ”Anak Adam tidak memiliki hak selain memiliki rumah untuk berteduh, pakaian untuk menutupi dirinya, dan sepotong roti dan seteguk air.” (Hr. At-Tirmidhi). Dasar pemikiran yang membentuk sistem ekonomi Islam melahirkan kebijakan dan peraturan yang diarahkan untuk mencapai fokus tersebut. Islam menaruh perhatian khusus untuk memenuhi kebutuhan manusia sebagaimana yang diterangkan dalam hadith sebelumnya, ketimbang pada penambahan angka GDP saja.
Dari dalil ini, jelas sekali bahwa segala bentuk riba, baik perbankan konvensional, maupun segala bentuk turunannya seperti dalam: penggelembungan dana saham dan sebagainya yang termasuk riba.
Dalam menghadapi krisis, trend yang berkembang saat ini adalah AS dan negeri-negeri lainnya sedang berupaya untuk menerapkan suku bunga rendah mendekati 0%. Hal ini diakibatkan karena kejeneiusan mereka dan asas manfaat dalam aplikasi bunga 0%. Padahal, sudah 14 abad yang lalu Islam turun dan menjelaskan bagaimana sistem ekonomi yang sehat tanpa riba.
Kedua, Reposisi Uang Sebagai Alat Tukar Murni
Sistem ekonomi Islam telah menetapkan bahwa emas dan perak merupakan mata uang, bukan yang lain. Mengeluarkan kertas substitusi harus ditopang dengan emas dan perak, dengan nilai yang sama dan dapat ditukar, saat ada permintaan. Dengan begitu, uang kertas negara manapun tidak akan bisa didominasi oleh uang negara lain. Sebaliknya, uang tersebut mempunyai nilai intrinsik yang tetap, dan tidak berubah.
Seluruh dunia di masa lalu terus menerus menggunakan standar emas dan perak itu sebagai mata uang sampai beberapa saat sebelum Perang Dunia I, ketika penggunaan standar tersebut dihentikan. Seusai Perang Dunia I, standar emas dan perak kembali diberlakukan secara parsial. Kemudian penggunaannya semakin berkurang dan pada tanggal 15 Juli 1971 standar tersebut secara resmi dihapus, saat dibatalkannya sistem Bretton Woods yang menetapkan bahwa dollar harus ditopang dengan jaminan emas dan mempunyai harga yang tetap. Dengan demikian, sistem uang yang berlaku adalah sistem uang kertas inkonvertibel, yang tidak ditopang jaminan emas dan perak, tidak mewakili emas dan perak, dan tidak pula mempunyai nilai intrinsik. Nilai pada uang kertas tersebut hanya bersumber dari undang-undang yang memaksakan penggunaannya sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender).
Negara-negara penjajah telah memanfaatkan uang tersebut sebagai salah satu alat penjajahan. Mereka mempermainkan mata uang dunia sesuai dengan kepentingannya dan membangkitkan goncangan-goncangan moneter serta krisis-krisis ekonomi. Mereka juga memperbanyak penerbitan uang kertas inkonvertibel tersebut, sehingga berkecamuklah inflasi yang menggila, yang akhirnya menurunkan daya beli pada uang tersebut. Inilah salah satu faktor yang menimbulkan kegoncangan pasar modal.
Adapun landasan syar’i ditetapkannya sistem emas dan perak sebagai standar mata uang negara adalah sebagai berikut :
Islam mengharamkan menimbun keduanya, yaitu menimbun emas dan perak. Allah Swt. berfirman:
)وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ(
Orang-orang yang menimbun emas dan perak serta tidak menginfakkannya di jalan Allah Swt. maka beritahukanlah kepada mereka azab yang pedih. (QS at-Taubah [9]: 34).
Islam mewajibkan dari emas dan perak agar dikeluarkan zakatnya karena keduanya dianggap sebagai mata uang dan sebagai standar harga barang dalam jual-beli dan upah-mengupah tenaga kerja. Aisyah r.a. bertutur:
»كَانَ يَأْخُذُ مِنْ كُلِّ عِشْرِينَ دِينَارًا فَصَاعِدًا نِصْفَ دِينَارٍ«
Rasulullah saw memungut untuk setiap 20 dinar atau lebih setengah dinar (HR Ibnu Majah)
Islam mewajibkan diyat (denda) dengan kedua mata uang tersebut (dinar dan dirham). Rasulullah saw. bersabda:
»وَعَلَى أَهْلِ الذَّهَبِ أَلْفُ دِينَارٍ«
Bagi penimbun emas (batas kena dendanya) adalah sebesar seribu dinar. (HR an-Nasa’i).
Nishab (batas minimal) pencurian yang mengharuskan pelakunya dipotong tangannya adalah seperempat dinar atau lebih. Sesungguhnya Rasulullah saw. tidak memotong tangan pencuri dalam kasus pencurian yang nilainya tiga dirham. Rasulullah saw. bersabda:
»تُقْطَعُ الْيَدُ فِي رُبُعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا«
Tangan (yang mencuri) dipotong pada (kasus pencurian) seperempat dinar atau lebih (HR. Al- Bukhari dan Muslim)
Ketika Islam menetapkan hukum-hukum pertukaran dalam muamalah, emas dan perak dijadikan sebagai tolok-ukurnya. Rasulullah saw. melarang pertukaran perak dengan perak atau emas dengan emas kecuali sama nilainya. Beliau memerintahkan untuk memperjualbelikan emas dengan perak sesuai yang diinginkan.
Atas dasar semua itu, jelas bahwa sesungguhnya mata uang syar’i adalah emas dan perak.
Uang sebagai alat tukar harus bisa memeluhi berbagai macam syarat antara lain: kestabilan harga (minimum inflasi) serta bebas dari kepentingan politik manapun.
Saat ini, uang yang beredar di masyarakat memiliki banyak kelemahan, seperti: sensitive terhadap adanya inflasi, standar terhadap dollar yang sarat kepentingan politis tertentu, serta tidak ada sandaran terhadap nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik yang jelas.
Islam telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang tercantum pada mata uang benar-benar dijamin secara real dengan zat uang tersebut dan bebas kepentingan politik.
Bandingkan dengan dollar yang saat ini menjadi sandaran mata uang di berbagai negara. Ketika dollar berubah, maka hampir seluruh negeri terpengaruh olehnya.
Ke tiga
Sistem Ekonomi Islam: Hanya Berbasis pada Sektor Real
Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur spekulatif, riba, majhul (tidak jelas), dharar (berbahaya), mengandung penipuan, dan yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut diatas, sebagian besarnya tergolong aktifitas-aktifitas non real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan pemilikan. Sisanya mengandung kemungkina munculnya perselisihan. Islam telah meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya; memperoleh manfaat yang real dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat. Karena itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek non real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real memperoleh dorongan, perlindungan, dan pujian
Distribusi Modal dalam Islam (Capital Distribution in Islam)
Self-regulation sistem saham saat ini bertujuan untuk menyeimbangkan kembali distribusi modal yang ada dengan krisis. Berbeda halnya dengan Islam, Allah swt telah berfirman dalam Al-Quran 59:7
“….agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu…”
Mekanisme distribusi ini jelas diatur dalam Islam dalam konsep kepemilikan (kepemilikan umum, negara dan kepemilikan bersama) dan penerapan aturan zakat.
penjagaan transaksi di masyarakat dari aktivitas spekulasi dan merugikan.
Transaksi spekulatif, kotor, dan menjijikkan, nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan” (QS Al maidah 90). Larangan dharar (bahaya/kemudaratan)
Transaksi perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar, baik bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.
Larangan Islam terhadap Al-Ghasy
Yaitu transaksi yang mengandung penipuan, pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi.
Keempat, perubahan visi hidup masyarakat
Dengan Islam, manusia diarahkan pada misi utamanya dalam hidup: beribadah kepada Allah swt demi meraih keridhaan-Nya di hari akhir. Dengan ini, negara Islam tentu akan melakukan pembinaan secara menyeluruh kepada segenap warga negaranya yang muslim, tentang kewajiban mereka untuk beribadah . Implikasi dari hal ini, adalah keterkaitan mereka akan hukum syara dan pada akhirnya akan mempengaruhi pola pikir dan pola sikap.
Orientasi keuntungan semata (profit only—oriented) dengan menghalal segala cara akan diubah menjadi orientasi keridhaan Allah swt. Dengan demikian, secara otomatis segala praktek keuangan yang menghalalkan segala cara akan ditiadakan.
Demikianlah bagaimana ideologi Islam dari segi ekonomi bisa menjadi solusi dalam mengatasi krisis keuangan seperti ini.
Akan tetapi, hal ini belum cukup. Masih ada catatan terakhir lainnya
Legalisasi Islam ke dalam Negara
Konsekuensi dari keberadaan ideologi adalah keterbutuhan akan negara sebagai institusi yang menerapkan dan menyebarkannya ke seluruh dunia. Kapitalisme secara nyata diusung oleh Amerika Serikat. Sosialisme pun demikian, seperti halnya di Rusia dan Korea Utara. Lantas, pertanyaannya bagaimana dengan Islam?
Hingga saat ini belum ada satupun negeri-negeri muslim yang mengaplikasikan Islam sebagai ideologi. Padahal, untuk menjawab krisis ini, Islam membutuhkan sebuah institusi unik, yang mampu menghantarkannya kepada sebuah pengaplikasian seluruh nilai-nilai islam. Institusi ini tak lain adalah Daulah Khilafah Islamiyah, yang pernah berdiri selama 13 abad lebih hingga keruntuhannya pada tahun 1924 lalu.
Jadi, jika ada sebagian yang berkata “Ideologi Islam cuma teori” atau “Belum terasa”, dapat dikatakan bahwa pernyataan seperti itu ada benarnya. Islam memang belum diterapkan.
Inilah yang menjadi PR besar kita. PR bagaimana Ideologi Islam bisa diterapkan agar seluruh manusia di bumi bisa menjadi saksi bagaimana Islam lahir sebagai solusi. Solusi bagi kaum yang berpikir dan ingin bangkit dari ketertindasan dan kesengsaraan.
Ke lima
Sistem ekonomi Islam juga melarang individu, institusi dan perusahaan untuk memiliki apa yang menjadi kepemilikan umum, seperti minyak, tambang, energi dan listrik yang digunakan sebagai bahan bakar. Islam menjadikan negara sebagai penguasanya sesuai dengan ketentuan hukum syariah.
Negara diwajibkan oleh Islam untuk memiliki peran langsung dalam pencapaian tujuan ekonomi, dan tidak begitu saja membiarkannya kepada sistem pasar bebas. Nabi Muhammad Saaw bersabda, ”Muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput, dan api.” H.r. Ibn Majah) Berdasarkan dari hadith Nabi tersebut, negara menguasai kepemilikan dari sumber daya alam berbasis api seperti minyak, gas bumi, penyulingan, instalasi pembangkit listrik sebagaimana sumber air. Dengan demikian, masyarakat tidak akan rawan untuk menjadi obyek eksploitasi perusahaan swasta yang meraup keuntungan dari instalasi strategis yang tersebut diatas. Negara juga akan mengontrol lembaga-lembaga yang mengatur atau mengurus instalasi tersebut sehingga mampu untuk segera bertindak ketika diperlukan dan sebelum terlambat.
Saudaraku,
Salah satu solusi mendasar untuk menyelesaikan krisis keuangan (mata uang) setiap negara harus merujuk kembali atau kembali pada sistem mata uang berbasis emas, baik emas saja atau emas dan perak.
Negara yang kembali ke sistem emas dan perak harus: melaksanakan politik swasembada; mengurangi (meminimkan) impor; menerapkan strategi substitusi terhadap barang-barang impor dengan barang-barang yang tersedia di dalam negeri; serta menggenjot ekspor atas komoditas yang diproduksi di dalam negeri dengan komoditas yang diperlukan di dalam negeri ataupun menjualnya dengan pembayaran dalam bentuk emas dan perak atau dengan mata uang asing yang diperlukan untuk mengimpor barang-barang dan jasa yang dibutuhkan.
Strategi tersebut dapat diterapkan oleh suatu negara. Sementara itu, berkaitan dengan Daulah Khilafah Islam—yang tidak lama lagi dengan izin Allah Swt. akan tegak kembali—maka perkara itu adalah perkara yang gampang, karena emas dan perak yang ada di negeri-negeri Islam dan yang ditimbun di bank-bank dan kas-kas yang ada jumlahnya mencukupi bagi kemungkinan Daulah untuk kembali pada sistem emas. Jumlah emas yang ada di negeri-negri Islam—yang akan menjadi satuan mata uang Daulah Khilafah Islamiyah bersama satuan emas, karena Daulah Khilafah Islamiyah akan menggunakan sistem emas dan perak dan menggunakan sistem dua logam (bimetal) dalam mata uangnya—juga tersedia dalam jumlah yang besar. Semua itu memudahkan Daulah Khilafah Islamiyah untuk kembali pada sistem emas dan perak.
Di negeri-negeri Islam melimpah berbagai komoditas pokok yang membuat umat tidak membutuhkan komoditas lain sebagai kebutuhan dasar atau kebutuhan pokoknya. Dengan begitu, Daulah Khilafah Islamiyah tidak perlu mengimpor barang dari luar negeri yang bisa mengakibatkan mengalirnya emas ke luar Daulah.
Lebih dari itu, negeri-negeri Islam memiliki barang-barang penting (strategis) seperti minyak yang dibutuhkan oleh seluruh negara di dunia sehingga Daulah Khilafah Islamiyah dapat menjualnya dengan pembayaran emas, atau dengan pembayaran berupa barang yang dibutuhkan di dalam negeri, atau dengan mata uang yang diperlukan untuk mengimpor barang dan jasa yang penting; sebagaimana negara juga dapat melarang mengekspornya kecuali jika dibayar dengan emas sehingga membuat cadangan emas yang dimiliki Daulah melimpah.
Dengan kembali pada sistem emas, niscaya akan terwujud kestabilan ekonomi, hilangnya krisis yang terjadi, dan lenyapnya hegemoni uang suatu negara atas negara lain. Semua hal di atas adalah solusi yang jitu, jernih, dan mencukupi atas krisis keuangan yang terjadi selama ini.
Saudaraku,
Sesungguhnya terjadinya goncangan-goncangan pasar modal di Barat dan di bagian dunia lain itu telah menelanjangi kebobrokan sistem ekonomi kapitalis, sistem perseroan terbatas atau syarikah musahaman, sistem bank ribawi, dan sistem uang kertas inkonvertibel. Goncangan-goncangan tersebut juga menunjukan bahwa tidak ada jalan lain bagi dunia untuk keluar dari kerusakan sistem ekonomi kapitalis dan goncangan pasar modal tersebut, selama sistem-sistem itu masih tetap ada.
Maka yang dapat membebaskan dunia dari kebusukan semua sistem tersebut adalah dengan menghapus secara total sistem ekonomi kapitalis yang rusak, menghapus sistem perseroan atau syarikah musahamah (atau dengan cara mengubahnya menjadi perusahaan yang Islami), menghapus sistem bank ribawi (termasuk menghapus riba itu sendiri), serta menghapus sistem uang kertas inkonvertibel dan kembali kepada standar emas dan perak.
Jika semua langkah ini ditempuh, niscaya tak ada lagi inflasi moneter, kredit-kredit bank dengan riba, dan spekulasi-spekulasi yang menyebabkan kegoncangan pasar modal. Akan lenyap pula kebutuhan akan bank-bank ribawi.
Dengan demikian, stabilitas ekonomi dunia akan terwujud, krisis moneter akan lenyap, dan tak ada lagi alasan untuk menjustifikasi keberadaan pasar modal. Krisis ekonomi pun akan berakhir. Keadilan dan kesejahteraan yang didambakaan akan terwujud. Begitulah, sistem ekonomi Islam benar-benar akan menyelesaikan semua kegoncangan dan krisis ekonomi yang mengakibatkan derita manusia. Ia merupakan sistem yang ditetapkan oleh Tuhan semesta alam, yang Maha Tahu apa yang baik untuk seluruh makhluk-Nya.
Saudaraku,
Momentum ini seharusnya menyadarkan kita, bahwa hanya Islam-lah satu-satunya ideologi yang bisa menyelamatkan dunia. Inilah saatnya Islam memimpin dunia yang akan membawa rahmat bagi seluruh umat, dan kepemimpinan itu pun akan hadir kembali dengan berdirinya Khilafah. Kini, umat pun semakin yakin, bahwa tidak ada harapan lagi, kecuali kepada Islam, setelah runtuhnya Sosialisme-Komunisme, dan rontoknya ekonomi Kapitalisme. Maka, the Khilafah dream bukan hanya impian umat Islam, apalagi hanya sekelompok orang, tetapi telah menjadi impian dunia. Mimpi itu pun tinggal selangkah. Insya Allah. [ ]

*) Disampaikan dalam Sarasehan Muslimah, Saat Wanita Bicara "Mengakhiri Krisis Ekonomi" yang diselengarakan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II Cilacap, Ahad 28 Desember 2008 di Masjid Al-Ikhlas Jl. Dr Sutomo Cilacap

**) Dosen STIE Muhammadiyah Cilacap

Bookmark and Share

Tidak ada komentar:

Related Posts with Thumbnails