DAVOS - Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, dinilai gagal memberikan solusi atas krisis keuangan global. Forum tersebut hanya menjadi ajang debat dan adu argumen tanpa berujung pada solusi nyata.
Forum Davos hanya berakhir dengan seruan untuk membangun kembali sistem ekonomi global. Pendiri Forum Davos Klaus Schwab mengumumkan inisiatif pendesainan global untuk mereformasi perbankan, regulasi,dan pemerintahan. Selama lima hari, lebih dari 2.000 pengusaha dan pemimpin politik berdiskusi mengenai apa yang disebut dengan krisis kapitalisme.
Hanya saja, sebagian besar diskusi hanya menggambarkan permasalahan, bukannya solusi. Tema forum kali ini yang merujuk pada "membelah pascakrisis dunia" hanya menjadi sebuah wacana prematur semata. Debat-debat yang berlangsung hanya memberikan ketidakpastian dari para pemimpin politik dan pengusaha kawakan. Mereka telah berusaha untuk menggali kedalaman krisis ekonomi dan mengeksplorasi bagaimana cara keluar dari krisis.
Hanya saja, tak ada seorang pun dalam forum tahunan itu yang menyuarakan prediksi ekonomi global akan semakin jatuh dan resesi berkepanjangan bakal terus berlanjut. Hanya ada peserta forum yang membuat kesimpulan dari pertemuan tersebut. "Kita tidak mengetahui apa yang akan kita lakukan.
Padahal,kita harus cepat melakukan gerakan, dan kita harus cepat bergerak," demikian kata peserta forum yang tidak menyebutkan nama. Dengan kepastian-kepastian kuno itulah pasar bebas akan terus berjalan. Hendaknya para pelaku pasar bisa melaksanakan regulasi dengan cepat dan akurat tanpa harus menunggu regulasi baru.
Menurut Profesor Schwab, situasi saat ini merupakan contoh sempurna di mana bank-bank dapat memimpin dan memikirkan kembali regulasi yang dibuat sendiri.
"Bank-bank tidak perlu menunggu pemerintah untuk memformulasikan regulasi," paparnya seperti dikutip BBC. Sejumlah kalangan menilai sangat terlambat jika Kanselir Jerman Angela Merkel dan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown menyerukan para pembuat regulasi untuk menjamin berjalannya sistem keuangan internasional dengan mulus tanpa hambatan.
Usulan tersebut dianggap telah terlambat. Merkel juga mengusulkan dibentuknya dewan ekonomi di PBB seperti halnya dewan keamanan yang sudah ada. Merkel mengatakan masalah-masalah ekonomi saat ini perlu dimasukkan dalam suatu piagam untuk penanganannya.
Kemudian, Davos memang menjadi tempat yang layak untuk menunjukkan peta geopolitik dunia di mana China dan India semakin menunjukkan taringnya. Para pemimpin pemerintah datang ke Davos untuk bertatap muka dengan mitra, kolega, dan pengusaha ternama. Davos hanya menjadi ajang lobi untuk kepentingan masingmasing, bukan kepentingan bersama.
Perdana Menteri (PM) China Wen Jiabao dan PM Rusia Vladimir Putin pun menunjukkan peranan negaranya dalam forum tersebut. China mengaku ikut terimbas krisis global dan Rusia pun ikut jungkir balik ekonominya. Kedua negara mengisyaratkan kepada dunia bahwa krisis ekonomi memang mengglobal.
Setelah Davos, dunia pun fokus pada pertemuan G20 pada April mendatang di London, Inggris. Pemimpin negara-negara maju dan berkembang kembali akan berdebat mengenai bagaimana caranya keluar dari krisis. Apakah G20 mendatang akan menemukan formula penyelesaian krisis global? "G20 tidak akan menyelesaikan segala sesuatu. Forum tersebut tidak akan membahas isu itu," papar Schwab.
Sementara gagalnya pertemuan Davos juga dibenarkan oleh Kishore Mahbubani, Dekan The Lee Kuan Yew School of Public Policy di Singapura.Kishore mengatakan, semua pihak telah kalah dalam forum Davos. "Tidak ada seorang pun yang paham bagaimana mengatasi krisis ini dan apa yang harus kita lakukan agar keluar dari belenggu ini," paparnya. Kishore berpandangan, dibutuhkan kembali pengujian fundamental sistem global untuk melihat seperti apa salahnya.
Nah, menurut dia, tidak ada seorang pun yang siap untuk menjawab pertanyaan tersebut di Davos. Yang ada dalam forum Davos adalah saling menyalahkan. Para pemimpin pemerintah dan pengusaha hanya menyudutkan Amerika Serikat (AS) yang memicu krisis keuangan terus berlanjut menjadi krisis global. "Davos hanya menjadi ajang debat global semata," papar Stephen Roach, kepala bank investasi Morgan Stanley.
"Kita kini memulai memasuki fase dari setiap krisis, yaitu permainan saling menyalahkan," imbuhnya. Sementara peraih Nobel Perdamaian Muhammad Yunus melihat ada garis lurus dalam krisis keuangan kali ini. "Garis tersebut bukan hanya kekecewaan dan frustrasi," papar pendiri Grameen Bank di Bangladesh.
"Ini merupakan momen besar di mana kita membutuhkan perubahan. Kita tidak ingin kembali ke posisi normal di mana kita datang. Kita harus menciptakan krisis keuangan ini menjadi normal dan tetap memperjuangkan perubahan," kata Bapak Kredit Mikro tersebut. Hanya saja, dia tidak menyebutkan detail perubahan apa saja yang harus dilakukan.
Kesimpulannya, para pemimpin bisnis dan pemerintah kini lebih sibuk pada urusannya masing-masing untuk menjaga agar tidak terseret krisis yang berkepanjangan. Kebersamaan dalam mencari solusi masih nihil hasilnya.Hal itu terlihat karena petinggi bisnis di Wall Street malah banyak yang tidak hadir dan memilih membereskan masalah di kantor masing-masing.
Diwarnai Unjuk Rasa
Polisi Swiss bentrok dengan para demonstran yang menghalangi pertemuan forum ekonomi dunia di Davos. Para demonstran yang melempari mereka dengan bom molotov dibalas dengan gas air mata.Dalam kerusuhan itu polisi menangkap 60 orang demonstran. "Sekitar 60 orang kami tangkap, sedangkan 20 di antaranya kita lepas," ujar juru bicara polisi Jean-Philippe Brandt.
Dia menambahkan bahwa tidak ada yang terluka dalam bentrokan ini.Secara tentatif gerakan protes ini terus berlanjut, tetapi pemerintah wilayah tidak memberikan jaminan keamanan bagi mereka untuk menggelar demo di Kota Swiss bagian barat ini. Polisi harus menggunakan water canon untuk memblokade rencana rute perjalanan para demonstran.
Sumber : Okezone, 2 Februari 2009 - 10:14 wib
02 Februari 2009
Kapitalisme Semakin di Ujung Tanduk, Forum Davos Gagal Beri Solusi Krisis Global
Label:
Berita Dunia,
Ekonomi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar