24 Desember 2008

Ust. M. Shiddiq Al-Jawi : Khilafah, Ajaran Aswaja dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara

Pro Syariah, Cilacap -“Khilafah adalah ajaran Aswaja (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) dalam bermasyarakat bernegara,” demikian dikatakan Ust. M. Shiddiq Al-Jawi, salah seorang Ketua DPP HTI dalam Seminar Regional dengan tema “Reaktualisasi Ajaran Aswaja dalam Kehidupan Berbagsa dan Bernegara” yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Al-Fiel Kesugihan Cilacap bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Syari’ah Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Kesugihan Cilacap. Dalam seminar yang diaksanakan di Pondok Pesantren Al-Fiel pada Rabu 24 Desember 2008 itu juga menghadirkan 3 pembicara lain dari kalangan NU dan akademisi. Dari kalangan NU hadir Ust. Dr. Ainur Rafiq Dawam, MA dari PBNU dan Ust. Masruhin AM., SAg, MPdI dari PCNU Kabupaten Cilacap. Sementara dari kalangan akademisi hadir Ust. Muhammad Lubab Al-Mubahitsin Sya’bani, dosen IAIIG Kesugihan.
Lebih jauh Ust. Shiddiq menjelaskan bahwa definisi Aswaja (Ahlus Sunnah wal Jama’ah), menurut Nashir bin Abdul Karim Al-Aql adalah golongan kaum muslimin yang berpegang dan mengikuti As-Sunnah (sehingga disebut ahlus sunnah) dan bersatu di atas kebenaran (al-haq), bersatu di bawah para imam (khalifah) dan tidak keluar dari jama’ah mereka (sehingga disebut wal
jama’ah). Dari pengertian Aswaja ini jelas sekali bahwa ajaran Khilafah dengan sendirinya sangat melekat dengan Aswaja. Khilafah merupakan prinsip dasar yang sama sekali tidak bisa dipisahkan dengan Aswaja. Dengan demikian upaya memisahkan Aswaja dengan Khilafah adalah upaya merusak, menghancurkan dan memalsukan ajaran Aswaja sejak prinsip dasarnya.

Beliau juga mengatakan bahwa sistem bernegara dan bermasyarakat sekarang yaitu sistem demokrasi sama sekali bukan ajaran Aswaja, melainkan konsep kafir penjajah yang haram diterapkan oleh ummat Islam di seluruh dunia.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama Ust. Masruhin mengingatkan bahwa saat ini
Aswaja menghadapi ancaman, di antaranya adalah Liberalisme, Sekularisme, dan Plurarisme.
Seminar yang dimulai pukul 10.30 hingga 15.00 ini dihadiri kaum muslimin baik warga NU, para mahasiswa maupun masyarakat umum lainnya.
(Pro Syariah)
Lihat foto kegiatan ini


Bookmark and Share

2 komentar:

elfan mengatakan...

Setelah era khalifah Ali bin Abi Thalib, apakah masih ada sistem khilafah semacam ini, bukan berdasarkan khilafah dinasti atau kerajaan?. Apakah sistem negara dan pemerintahan ciptaan Imam Khomaini dapat dianggap sebagai sistem khilafah juga?. Mengapa negera-negara di Timur Tengah tidak mau mencontoh sistem negara dan pemerintahan semacam di Iran ini?. Apakah HTI sebagai ormas yang sangat kekeh memperjuangan syariat Islam di negeri kita ini, pernah melakukan penelitian, pengkajian dan melakukan evaluasi atas penerapan Syariat Islam di NANGGROEE ACEH DARUSSALAM. Saya kira, jika HTI sudah melakukan penelitian atas daerah ini, Insya Allah daerah-daerah yang lain di luar NAD akan ada yang mencontoh daerah penerapan Syariat Islamnya.

GRIYA MADU BLITAR mengatakan...

Untuk menjawab komentar al-Jawi terutama dalam slide tersebut, Gus Rofiq mengatakan sigkat ”secara umum Al-Jawi sama sekali tidak menanggapi substansi materi dari disertasi saya yang berupa kritik terhadap khilafah ala HTI. Tentu ini sangat disayangkan”. Karena yang dikrtitik oleh al-Jawi dari disertasi tersebut memang pada masalah teknis-formal.

Meskipun begitu, Gus Rofiq secara terperinci juga memberikan komentar sebagai berikut: pertama, berkaitan dengan judul, Gus Rofiq mengatakan bahwa, dalam khilafa.com pernah ditulis judul Uncovering the American-Iranian deception (membongkar penipun Amreika-Iran), tidak ada yang sewot, tetapi waktu ada judul membongkar HTI kok sewot.

Sedangkan, berkaitan dengan bendera HTI, Gus Rofiq memberikan tanggapan: “Kita tahu Nabi SAW memakainya, tapi HT juga memakai! Jadi masalah bendera tidak usah diributkan.

Kedua, dalam menganggapi komentar al-Jawi tentang ketidak ketelitian dan gegabah. Gus Rofiq mengatakan hal tersebut bukan persoalan substansi materi, hanya salah tulis dari penerbit dan kebenarannya bisa dicek di perpustakaan Paska Sarjana IAIN Surabaya atau ke dosen penguji yang diketuai oleh Prof. DR. Nursyam.

Ketiga, berkaitan dengan penelitian tersebut cacat secara metodologis, Gus Rofiq mengatakan “Begitulah al-Jawi (maaf), belum pernah S3 sudah mencoba mengkritik metodologi sebuah disertasi. Sebaiknya kita tidak sembrono dan grusa grusu. Karena kesembronoan itu juga yang menjadikan salah satu penyebab saya keluar dari HT. Sewaktu ujian tertutup, sudah saya tulis bahwa fokus pada library dengan data tambahan berupa wawancara. Namun ketua penguji, Prof. Dr. Nursyam meminta agar library research saja, dan tidak mengapa walau ada tambahan wawancara”

Lebih lanjut, khusus dalam menanggapi kutipan al-Jawi atas disertasi Kristine Sinclair, Gus Rofiq mengatakan dengan gurau singkat “Jelas disertasi ini tulisan orang luar (Barat), tentunya bukan mutabannat (dalam istilah NU mu’tabaroh). Kenapa dijadikan miqyas (standar) kebenaran. Kenapa kok tiba-tiba mengagumi Barat? Ada apa wahai al-Jawi?”.

Terkahir, dalam menanggapi tentang tuduhan al-Jawi bahwa, disertasinya miskin data, Gus Rofiq mengatakan “Kok.. kayak tidak tahu tentang arti kitab mutabannat. Sekali lagi, tunjukkan dalam buku saya. Karena data tentang khilafah HT, akhirnya tidak mencukupi untuk dianalisis secara krtis!. Agar clear, dibawah ini adalah nama-nama kitab mutabannat HT (tertuang dalam slide power point silahkan dikunjungi di http://jombang.nu.or.id/membongkar-proyek-khilafah-ala-hizbut-tahrir-di-indonesia/)

Related Posts with Thumbnails