30 Desember 2008

HIZBUT TAHRIR (HTI) MITRA UTAMA NU*)

Oleh : M.S. Al-Khoddasiy **)

1. Mengenali HTI sebagai Gerakan Ideologis Berbasis Syariat Islam
Untuk menentukan sikap kita terhadap sesuatu, langkah pertama yang harus ditempuh tidak ada lain kecuali dengan mengenali terlebih dahulu obyek tersebut. Tindakan dan sikap dalam merespon sesuatu seperti ormas dengan tanpa terlebih dahulu mengenalinya merupakan langkah gegabah dan dapat menjerumuskan diri pada posisi yang salah (tidak tepat), bahkan bisa jadi menyalahi hukum syara’.

Bagi bangsa Indonesia, HTI merupakan salah satu organisasi yang baru dan terbilang fenomenal karena sering tampil di layar televisi dengan posisi memberikan kritik tajam dan mendasar disertai solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dikatakan baru, karena kemunculan HTI dalam ranah sosial politik Indonesia pertama kalinya pada sekitar tahun 2000-an, yakni pada momentum kampanye penegakan syariat Islam sebagai solusi krisis yang diderita bangsa Indonesia akibat diterapkannya sistem demokrasi kapitalis. Ide-idenya yang cenderung melampaui pemikiran organisasi (ormas-parpol) lain pada umumnya, memposisikan HTI sebagai “the fighter organization” yang tangguh dan handal. Kritik tajamnya yang disertai pemberian solusi mendasar terhadap kebobrokan sistem yang sementara ini diikuti, ditaati dan diterapkan hampir sepenuhnya oleh mayoritas penduduk negeri ini, merupakan ciri khas gerakan pemikiran HT yang jarang dimiliki oleh organisasi lain di negeri ini bahkan di dunia. Bagi organisasi politik terbesar di dunia tersebut, pangkal kerusakan masyarakat Indonesia dan dunia adalah karena diterapkannya sistem kufur yakni sistem demokrasi-kapitalis. Sistem ini dipandang sebagai sang destroyer (perusak) bagi kehidupan umat manusia. Kerusakan itu tampak jelas oleh siapapun (dari orang awam sampai cendekiawan) yang mengamati kehidupan sekitar seperti sistem ekonomi yang tidak adil, sistem hukum yang dapat diperjual-belikan, sistem politik kotor dan busuk, sistem pendidikan yang merusak pemikiran dan ruh (spiritual), sistem kesehatan yang rapuh, sistem sosial budaya yang bobrok, sistem keamanan yang dibayang-bayangi kekacauan dan kriminalitas, serta sistem bangunan keluarga yang merusak keharmonisan keluarga dan masyarakat luas. Bisa dikatakan hampir-hampir tidak ada prestasi yang diraih oleh sistem demokrasi-kapitalis dalam mensejahterakan umat manusia. Kemajuan berpikir serta kemajuan bidang teknologi yang dikembangkan Barat adalah kemajuan semu (fatamorgana/menipu). Terlihat seperti maju tetapi sesungguhnya tahapan peradaban yang dilaluinya adalah jalan menuju kehancuran umat manusia.
Di tengah kerusakan dan penderitaan umat manusia di berbagai bidang tersebut, HT juga mampu memberikan solusi yang tidak hanya syar’i, melainkan rasional dan memuaskan rasa keadilan masyarakat yakni sistem yang dibangun dengan aturan-aturan yang berlandaskan Syariat Islam, sebagai sistem pembebas umat manusia baik muslim maupun non muslim. Inilah relevansi istilah Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, yakni penerapan Islam secara utuh yang akan membawa kesejahteraan hidup umat manusia baik muslim maupun non muslim. Penerapan Syariat Islam secara utuh tersebut akan memunculkan keadilan di bidang ekonomi, hukum, politik, keamanan, pendidikan, sosial budaya dan sebagainya. Penerapan Syariat Islam secara utuh seperti itu tidak akan pernah terwujud kecuali dengan ditegakkannya institusi penjaga dan pelindungnya yakni Khilafah Islamiyah seperti yang pernah menghiasi bumi ini dari abad ke 7 M hingga abad 19 M. (untuk diketahui, sistem Khilafah Islamiyah secara resmi berakhir pada 3 Maret 1924 M yang lalu). Apalah artinya sebuah konsep jika tidak ada institusi yang menerapkan, menjaga dan menyebarkan konsep tersebut. Pemikiran seperti ini jelas merupakan pemikiran tajam dan mendasar yang jarang (bahkan tidak) dimiliki oleh organisasi massa dan partai politik lain di dunia.
Sesungguhnya segala bentuk pemikiran HT terpancar dari aqidah yang dipegangnya yakni aqidah Islam. Aqidah Islam secara mendasar tertera dalam kalimat Laa ilaaha illallohu Muhammadurrosululloh. Maka sistem kehidupan yang dibangun tidak lain adalah dalam bingkai ketaatan / ketundukan sepenuhnya terhadap Allah swt Sang Pencipta langit, bumi, manusia, tumbuhan, binatang serta benda-benda mati di sekelilingnya, serta dalam rangka ketaatan kepada Rosul-Nya, baik dalam sistem sistem ekonomi, politik, hukum, keamanan, sosial budaya, pendidikan dan sistem yang lainnya.

2. Hizbut Tahrir sebagai Harapan Baru Umat Manusia
Sesungguhnya ide / konsep (fikroh) yang diemban oleh Hizbuttahrir adalah konsep yang dibangun berdasarkan ideologi yang jelas yakni ideologi Islam. Ideologi Islam merupakan satu-satunya ideologi paling handal di dunia untuk dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia karena Islam sendiri merupakan agama yang sempurna.
Ideologi yang diemban oleh HT sesungguhnya merupakan ideologi yang mampu dilawankan dengan ideologi kapitalis demokrasi maupun ideologi sosialis komunis. Ketika ideologi Islam mampu menjawab berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia, ideologi Kapitalis Demokrasi justru menampakkan diri sebagai monster jahat yang secara hissiy (kasat mata) telah tampak kerusakannya. Kerusakan yang ditimbulkannya bahkan multidimensi yakni aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, pendidikan dan sebagainya. Seluruh intelektual di dunia tidak akan mampu membuktikan bahwa ideologi kapitalis mampu menyajikan kesejahteranaan hidup umat manusia lahir dan batin. Sementara ideologi sosialis komunis tidak mampu menyaingi ideologi kapitalis (demokrasi) yang sudah demikian kuat dan menyingkirkannya di era 1990-an. Di tengah-tengah kematian ideologi sosialis komunis serta kemerosotan yang semakin tampak mengiringi derap langkah penerapan ideologi kapitalis ini, Hizbuttahrir justru semakin lantang menyeru umat manusia bahwa dunia harus segera diselamatkan dan tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan dunia dari kerusakan yang sangat parah ini kecuali dengan menerapkan Syariat Islam secara utuh di semua bidang seperti bidang ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan dan yang lainnya. Secara normatif, empiris maupun analitis yang ilmiah, hanya Syariat Islam (ideologi islam)-lah yang akan mampu membebaskan umat manusia dari kerusakan ini. Sementara itu, dalam opini penegakan Syariat Islam, hanya Hizbuttahrir yang menyuarakan secara gamblang untuk segera ditegakkannya Syariat Islam melalui insititusi penjaga yakni Khilafah Islamiyah. Upaya penegakan Syariat Islam ini disuarakan secara serentak diberbagai negara di dunia mulai dari kawasan Eropa, Afrika, Asia, Australia bahkan kawasan Amerika. Dengan demikian secara analitis telah jelas secara gamblang bahwa Hizbuttahrir merupakan harapan baru masa depan umat manusia yang gemilang, yang akan segera membebaskan umat manusia dari kehancuran akibat diterapkannya ideologi kapitalis demokrasi.

3. Pesantren NU sebagai Salah Satu Basis Pengajaran Syariat Islam
Sesungguhnya, pesantren merupakan basis pengajaran (pengkaderan) Syariat Islam di Indonesia sejak lebih dari satu abad. Seiring dengan itu pula bermunculan para santri yang pada saatnya kelak diharapkan mampu membawa banyak perubahan dalam rangka penegakan Syariat Islam di tengah-tengah masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Konsep menyeluruh mengenai Syariat Islam ini dapat diketahui dengan jelas pada berbagai kitab kuning yang diajarkan di pesantren seperti berbagai kitab aqidah (tauhid) maupun fiqih. Baik aqidah maupun fiqih ini sesungguhnya telah jelas menegaskan berbagai ajaran Islam untuk mengatur kehidupan manusia. Bidang tauhid membawa umat manusia menuju jalan yang satu yakni jalan Allah swt. Bidang fiqih berisi penjabaran tauhid dalam berbagai bidang seperti ubudiyat, munakahat, muamalat, jinayat termasuk jihad fi sabilillah. Bidang-bidang tersebut jika diistilahkan dengan bahasa yang lebih gamblang meliputi antara lain pembentukan dan penguatan naluri pentaqdisan (ketuhanan), bidang ekonomi, sosial budaya, institusi keluarga yang kuat, hukum, kriminalitas, keamanan termasuk pertahanan negara. Berbagai kitab fiqih di pesantren dari yang rendah sampai yang agak tinggi antara lain safinatunnajah, riyadlul badi’ah, fathul qorib, fathul mu’in, Syarah Al-Bajuri, dan sebagainya. Kemudian ada lagi berbagai kitab yang menjadi dasar fiqih yakni kitab-kitab berisi hadits-hadits shohih maupun hasan seperti shohih Al-Bukhori, Shohih Muslim, serta beberapa kitab kuning para ahli hadits lainnya seperti Atturmudhi, Ibnu Majah dan sebagainya. Termasuk beberapa kitab berisi kumpulan hadits-hadits baik shohih maupun hasan seperti Bulughul Marom, Riyadlush-sholihin, Durrotunnashihin dan sebagainya. Kemudian juga berbagai kitab kuning yang menguraikan sistem etika dalam Islam seperti Sullamuttaufiq, Al-Adhkar, Ihya Ulumuddin, dan sebagainyaa. Semua kitab tersebut jelas berisi penjabaran Syariat Islam dalam berbagai bidang kehidupan.
Semua bidang yang dijelaskan kitab kuning baik menyangkut aqidah maupun fiqih tersebut sudah jelas bukan dibangun berdasarkan ideologi kapitalis-demokrasi, melainkan berdasarkan ideologi Islam. Perlu diketahui pula bahwa produk kitab kuning itu merupakan produk ulama-ulama hebat di era Khilafah Islamiyah bukan di era demokrasi. Tidak ada sejarahnya dan tidak ada relevansinya sama sekali bahwa baik aqidah maupun fiqih dibangun berlandaskan ideologi kapitalis-demokrasi. Karena, antara aqidah dan fiqih di satu sisi dengan ideologi kapitalis demokrasi demokrasi di sisi lain, secara ideologis sama sekali tidak akan pernah sejalan alias selalu bertentangan. Ketika fiqih (sebagai penjabaran ideologi Islam) mengharuskan ketundukan kepada Allah swt dalam semua bidang, demokrasi justru menghendaki agar manusia tunduk kepada hawa nafsu manusia secara total dalam semua aspek kehidupan. Maka sesungguhnya telah jelas bahwa pesantren sesungguhnya merupakan basis pengajaran syariat Islam bukan basis pengajaran sistem bobrok kapitalis (demokrasi). Dengan kata lain, sistem kapitalis-demokrasi sesungguhnya musuh yang nyata bagi pesantren juga, karena sistem inilah yang merusak dengan sangat keras segala ajaran Islam yang selama ini diajarkan di ribuan pesantren di Indonesia kepada para santrinya. Contoh sederhana adalah tentang aurat wanita. Pesantren menghendaki bahwa wanita mestinya menutup seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Namun apa jadinya ketika demokrasi justru mengatakan bahwa penampakan aurat wanita itu dikatakan sebagai seni yang indah dan kebebasan berekspresi. Padahal dalam kitab-kitab kuning dipesantren sudah jelas secara qoth’i bahwa membuka aurat itu perbuatan dosa sama seperti dosanya seseorang yang meninggalkan sholat. Belum lagi bidang-bidang lain yang sangat luas, yang tentunya semua yang ada dalam kitab kuning akan ditolak oleh ideologi kapitalis demokrasi baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Jadi sistem demokrasi itu benar-benar merusak ajaran kitab-kitab kuning yang diajarkan di pesantren. Benarlah apa yang dikatakan salah satu PBNU bahwa liberalisme (kebebasan) adalah tantangan bagi NU (tentunya pesantren juga) yang datang dari belahan Barat, ketika beliau memaparkan makalah tentang Aswaja di Cilacap pada tanggal 24 Desember 2008 di Ponpes Al-Fiel Kesugihan Cilacap.

4. Demokrasi (kapitalisme) Musuh Pesantren dan NU
Sungguh, pengguliran wacana ini akan membuat banyak orang NU dan para santri terbelalak dan terheran-heran. Maklum saja karena wacana bahwa Demokrasi adalah musuh pesantren sama sekali belum pernah terdengar dalam ranah publik (masyarakat luas). Reposisi opini seperti ini sangatlah penting mengingat hampir-hampir tidak ada yang menyadari bahwa demokrasi sesungguhnya musuh yang sangat nyata (hissiy) bagi pesantren. Lantas darimana bisa dikatakan demikian?
Memang hampir-hampir tidak ada opini bahwa demokrasi adalah musuh yang sangat jelas dan gamblang bagi pesantren, karena para santri pesantren pada umumnya disibukkan dalam pengkajian kitab kuning dan sangat jarang konsep-konsep kitab tersebut digunakan sebagai pisau analisa yang sangat tajam bagi kondisi sosial politik masyarakat luas. Padahal jika mereka (para santri di pesantren) melakukannya sungguh pisau analisisnya sangat tajam untuk membedah opini sosial politik yang berkembang di masyarakat, seperti wacana demokratisasi, liberalisasi, emansipasi, privatisasi, pasar bebas, HAM, persamaan semua agama dan sebagainya. Namun sekali lagi tidak terbiasa bagi pesantren untuk menganalisa opini-opini yang berkembang di luar (publik) dengan berbagai kitab kuning yang selama ini telah digelutinya.
Berbagai ide tadi sesungguhnya terlahir dari rahim induknya yang sudah terjangkit penyakit akut yakni paham sekuler. Paham ini menghendaki bahwa agama tidak boleh campurtangan dalam masalah publik seperti sosial politik dan sebagainya. Sesungguhnya ide ini sangat tepat jika dikaitkan dalam konteks tempat paham ini lahir yakni di kawasan Eropa yang notabene bangsa kafir, bukan bangsa muslim. Karena agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Eropa bukanlah ideologi yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan yang dihadapi mereka. Namun akan menjadi malapateka yang sangat besar jika paham ini kemudian diterapkan bagi bangsa muslim yang agamanya merupakan sebuah ideologi yang handal yakni agama Islam. Secara ilmiah, jika para ilmuwan mengkaji seluruh fikroh dalam Syariat islam dan membandingkannya dengan paham yang selama ini mereka anut baik paham kapitalis demokrasi maupun sosialis komunis, pasti mereka akan terbelalak dan tercengang melihat kesempurnaan ideologi Islam yang jangkauan solusinya sampai kepada seluruh aspek kehidupan manusia. Mereka tidak akan pernah menjumpai kesempurnaan ideologi Islam dalam agama lain karena agama lain bukanlah ideologi yang dapat menyelesaikan krisis umat manusia. Maka sangat relevan jika dikatakan sekularisasi bagi agama lain memang bisa jadi sebagai langkah yang tepat untuk segera mendapatkan martabat “lebih baik”. Namun adalah malapetaka besar jika sekularisasi dijalankan terhadap Syariat islam. Sekali lagi karena Syariat Islam (ideologi Islam) pasti mampu untuk menyelesaikan krisis “hidup” umat manusia.
Kembali ke persoalan demokrasi, bahwa paham ini dibangun berlandaskan sebuah ide untuk menjauhkan manusia dari agama? Dari sini cobalah kita jawab pertanyaan : apakah Syariat Islam yang dibawa oleh Rosululloh saw itu untuk ditinggalkan ataukah untuk dilaksanakan? Adakah jawaban seorang muslim yang mengatakan bahwa Syariat Islam yang datang dari Allah swt itu untuk dicampakkan dan tidak perlu dilaksanakan bahkan harus dijauhi. Jika ada jawaban seperti ini bisa dikatakan, pastilah paham ini bertabrakan dengan aqidahnya yakni semangat tauhid, atau menundukkan diri sepenuhnya kepada Allah swt. Lantas di mana letak relevansinya jika dikatakan bahwa demokrasi adalah baik apalagi sesuai dengan Syariat Islam, padahal dalam Islam, Allah swt dan Rosul-Nya adalah segala-galanya, sementara dalam demokrasi hawa nafsu manusia adalah segala-galanya? Kemudian dalam konteks empiris juga telah tampak dengan sangat gamblang bahwa ideologi kapitalis demokrasi sama sekali tidak membawa masyarakat muslim menjadi muslim yang kokoh aqidahnya tetapi justru demokrasi-lah yang merusak aqidah Islam (tauhid) yang diajarkan di ribuan pesantren di Indonesia. Paham yang terpancar dari paham sekuler ini jelas-jelas sangat bertentangan dengan ajaran yang tertera dalam ratusan bahkan ribuan kitab kuning yang diajarkan para kiyai di pesantren. Bahkan paham demokrasi tidak segan-segan untuk menolak mentah-mentah ajaran kitab kuning tersebut serta menjelek-jelekkan ajaran Islam. Dengan demikian bahwa demokrasi sesungguhnya musuh dalam selimut yang sangat nyata dan harus diwaspadai bagi pesantren dan NU. Jadi buat apa seorang muslim mesti “ngoyo” memperjuangkan sistem demokrasi sementara tangan kanan Syaithan ini tidak memberi peluang bahkan selalu menghalangi bagi diterapkannya ajaran pesantren dalam kehidupan masyarakat. Allohummahdinaa ilaa shiroothikal mustaqiim...

5. Hizbut Tahrir sebagai Mitra Utama Pesantren dalam Penegakan Syariat Islam
Uraian di atas menggambarkan sesungguhnya ada kesamaan yang paling mendasar antara Hizbuttahrir dengan pesantren - sebagai pondasi berdirinya Nahdlotul ‘Ulama (NU) - di Indonesia ini yakni keinginan yang sungguh-sungguh untuk segera diterapkannya Syariat Islam di semua bidang demi menyelamatkan umat manusia dari kerusakan yang sangat parah. Namun belum intensifnya komunikasi antara antara Hizbuttahrir dan pesantren tampaknya banyak menimbulkan kecurigaan (su’udhon) walaupun perbuatan ini jelas merupakan tindakan dosa. Masih sering kita temui adanya kecurigaan NU terhadap Hizbuttahrir. Mereka merasakan seolah-olah Hizbuttahrir mengancam eksistensi NU. Namun menarik sekali apa yang dikatakan PBNU (24 Desember 2008 di Ponpes Al-Fiel Kesugihan Cilacap) bahwa tidak ada masalah dengan HTI. Selain itu pernyataan DPP Hizbuttahrir juga sangat menyejukkan dan tampaknya menjadi tanda-tanda yang baik buat terjalinnya hubungan yang lebih erat antara NU dan HTI di masa yang akan datang. Dalam hal ini dengan gamblang DPP HTI menyatakan bahwa pihak HTI tidak pernah mengeluarkan statement yang begitu mudah mengatakan bid’ah ataupun haram terhadap tradisi yang ada di NU. Pernyataan DPP HTI ini tentu saja sangat bertolak belakang dengan prasangka kelompok Nahdliyin yang merasa bahwa HTI juga termasuk yang mengancam eksistensi NU dan dianggapnya termasuk kelompok yang suka mengatakan bid’ah terhadap kelompok NU.
Sesuatu yang diperjuangkan Hizbuttahrir semakin jelas yakni penegakan Syariat Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah sehingga Syariat Islam dapat diterapkan dalan berbagai aspek kehidupan sesuai amanat kitab-kitab kuning serta mufakat jumhurul ulama. Di sini tampak jelas bahwa sesungguhnya ide-ide yang dikembangkan oleh Hizbuttahrir di seluruh dunia adalah juga merupakan ajaran yang selama ini telah diajarkan di ribuan pesantren di Indonesia selama lebih dari satu abad. Dalam konteks inilah semestinya pesantren justru bangga dengan adanya Hizbuttahrir dan siap mendukung penuh perjuangan Hizbuttahrir karena Hizbuttahrir bersungguh-sungguh untuk memperjuangkan ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab kuning di pesantren. Pada saat pesantren mengehendaki penerapan syariat Islam dalam berbagai kehidupan sedangkan pesantren tidak mempunyai kecakapan (metode) untuk memperjuangkannya, Hizbuttahrir justru memperjuangkan aspirasi pesantren tersebut. Pada saat pesantren sangat risih dan muak dengan kebebasan (liberalisme) yang merusak yang semakin berkembang di masyarakat, Hizbuttahrir justru bergerak dan berjuang menentang keras ide kebebasan tersebut karena bertentangan dengan aqidah (tauhid) serta merupakan ide yang jelas-jelas pasti merusak sistem kehidupan manusia. Jadi, Hizbuttahrir bukanlah musuh bagi pesantren melainkan mitra utama dalam penegakan Syariat Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah. Institusi Khilafah Islamiyah sesungguhnya merupakan ajaran jumhur ulama. Mereka bersepakat bahwa menegakkan Khilafah islamiyah adalah wajib. Dengan demikian apakah harus Khilafah Islamiyah atau tidak, sesungguhnya tidak perlu lagi diperdebatkan jika kita memang bersungguh-sungguh mengikuti jumhur ulama sebagai warotsatul anbiya itu. Wahai pesantren dukunglah perjuangan Hizbuttahrir dengan sepenuh hati dan ikhlas. Barokallohu lana walakum ajma’in fid dunya wal akhiroh. Amin...

Wallohu a’lamu bish-showab
24 Desember 2008 M/ 26 Dhul Hijjah 1429 H

*) Tulisan ini saya dedikasikan untuk reposisi pesantren dalam bingkai ukhuwah Islamiyah supaya pesantren bersungguh-sungguh dalam penegakan Syariat Islam sesuai amanat dalam kitab kuning yang diajarkannya kepada masyarakat luas, serta mendukung penuh segala perjuangan Hizbuttahrir dalam upaya menegakkan Syariat Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah.

**) Penulis adalah Pengurus Ranting NU (LDNU) tinggal di Karangkandri Cilacap

Bookmark and Share

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Maafkan daku seorang hamba yang dhaif!
Assalamualikum wr wb.
Maaf lagi waktu sangat ber harga, dan maafkanlagi saya harus singkat tegas dan benar insyaAllah;
Di India Kafir Inggris sama 400 tahun menjajah dan terakhir berhasil dengan melahirkan Ahmadiyah yang siap menghancurkan Islam dan aqidahnya... dio Indonesia kafir Belanda juga 400 tahun menjajah negri ini dan berhasil melahirkan N O (Oelama)
dan sudah jauh menghancurkan Aqidah Islam menjadi Kejawen mutlak
JAdi kalau HTI bermitra dengan NO yah makin penuh tuh Kuburan2, makin berjamur ritual syetaniyah, dan gereja2 seperti di Banten dan Jawa tengah - kalau HTI bertujuan cari jamaah Jumat kliwon, Larung saji, atau jualan air minum dari bekas mandinya anunya kyiai, atau BLT gaya grebegan/sekatenan, silahkan, kalau mau pro sariah ajukan Gusdur ke meja pengadilan baru bisa hadapi NO secara menyeluruh, ini kenyataan lho bukan suudon apalagi fitnah, nyuwun sewu hanya dari Allah segala kebenaran. amien

Aisyah M.Yusuf mengatakan...

Adakah konsep Khilafah dalam Khazanah Islam?
https://bogotabb.blogspot.co.id/2017/10/adakah-konsep-khilafah-dalam-khazanah.html

Related Posts with Thumbnails